Sabtu, 24 September 2016

Kapan Nikah?


Bulan ini benar benar menjadi moment yang pas banget buat hajatan, secara gitu bulan ini banyak banget undangan yang menghampiri silih berganti. Hanya selang beberapa hari bentuk dan warna dari undangan yang berbeda bertambah dan menumpuk di meja kerja. Sebagai orang baru, saya nggak nyangka bakalan dapet ‘sebanyak’ itu undangan yang dateng meski beberapa ada yang emang kenal dan cukup akrap, tapi ada beberapa juga yang nggak kenal hanya dengar nama saja. Sampai sampai nggak sadar kalo ada beberapa yang udah jatuh tempo hajatannya tapi baru sadar kalo ada undangan itu. Benar benar bulan berkah, cukup banyak orang yang melangsungkan hajatan. Nggak sampai disitu juga ternyata di kampung halaman pun nggak kalah ramai dengan tema hajatan. Saat berkabar orang tua di kampung, ternyata beliau lagi sibuk kesana kemari menghampiri satu persatu undangan.

Tapi dari semua undangan yang datang, sebagian besar itu masalah nikah. Iya, nikah menjadi jenis hajatan yang banyak di sekian tumpukan undangan yang ada di atas meja. Dan itu menjadi senjata dan kode yang secara tidak langsung mengarah kepada kita kaum bujangan yang mengakibatkan munculnya pertanyaan “kapan nikah?” dan semua jenis kode yang intinya kapan mau nikah. Bukan kode langsung dengan kata ‘kapan nikah’ tapi biasanya dengan menanyakan ‘kapan nyusul?’ sambil menyodorkan undangan (nikahan) atas nama saya. Dengan bahasa tubuh saya jawab pertanyaan itu. Senyum, iya senyum menjadi bahasa tubuh saya buat menjawab pertanyaan itu dan bahkan senyum yang cukup lebar terlukis di wajahku dan diteruskan dengan berkata di batin …semoga bisa segera.

Dengan undangan itu menjadikan populasi bujang di tempat kerja berkurang. Dan berubah menjadi mayoritas dengan status KTP ‘menikah’. Dan mulainya kode-kode bertebaran ‘kapan nikah’ dimana-mana. Setiap bertemu dengan sang pengantin baru, ada pihak ke-3 yang meng’kode’kan itu dengan selit belit kata-kata yang dia rancang. Hingga gimana rasanya menjadi yang di nantikan di rumah atau menjadi yang kedatangannya di rindukan, kepergiannya tidak diinginkan dan saat bersamanya bisa lebih baik. Senyum, tersipu dan nggak bisa berkata-kata lagi dan akhirnya senyum dengan menundukkan kepala sebagai bentuk jawaban atas pertanyaan itu. Akan tiba waktunya dimana ‘waktunya nikah, ya pasti nikah’.

Share:

0 komentar:

Posting Komentar

About Me

Seorang Mahasiswa Teknik Kimia, suka hal hal simple, minimalis, seorang plegmatis.

Terbaru

Popular Posts

Arsip

Diberdayakan oleh Blogger.