Bulan ini benar benar menjadi
moment yang pas banget buat hajatan, secara gitu bulan ini banyak banget
undangan yang menghampiri silih berganti. Hanya selang beberapa hari bentuk dan
warna dari undangan yang berbeda bertambah dan menumpuk di meja kerja. Sebagai orang
baru, saya nggak nyangka bakalan dapet ‘sebanyak’ itu undangan yang dateng
meski beberapa ada yang emang kenal dan cukup akrap, tapi ada beberapa juga
yang nggak kenal hanya dengar nama saja. Sampai sampai nggak sadar kalo ada
beberapa yang udah jatuh tempo hajatannya tapi baru sadar kalo ada undangan
itu. Benar benar bulan berkah, cukup banyak orang yang melangsungkan hajatan. Nggak
sampai disitu juga ternyata di kampung halaman pun nggak kalah ramai dengan tema
hajatan. Saat berkabar orang tua di kampung, ternyata beliau lagi sibuk kesana
kemari menghampiri satu persatu undangan.
Tapi dari semua undangan yang
datang, sebagian besar itu masalah nikah. Iya, nikah menjadi jenis hajatan yang
banyak di sekian tumpukan undangan yang ada di atas meja. Dan itu menjadi
senjata dan kode yang secara tidak langsung mengarah kepada kita kaum bujangan
yang mengakibatkan munculnya pertanyaan “kapan nikah?” dan semua jenis kode
yang intinya kapan mau nikah. Bukan kode langsung dengan kata ‘kapan nikah’
tapi biasanya dengan menanyakan ‘kapan
nyusul?’ sambil menyodorkan undangan (nikahan) atas nama saya. Dengan bahasa
tubuh saya jawab pertanyaan itu. Senyum, iya senyum menjadi bahasa tubuh saya
buat menjawab pertanyaan itu dan bahkan senyum yang cukup lebar terlukis di
wajahku dan diteruskan dengan berkata di batin …semoga bisa segera.
Dengan undangan itu menjadikan
populasi bujang di tempat kerja berkurang. Dan berubah menjadi mayoritas dengan
status KTP ‘menikah’. Dan mulainya kode-kode bertebaran ‘kapan nikah’
dimana-mana. Setiap bertemu dengan sang pengantin baru, ada pihak ke-3 yang
meng’kode’kan itu dengan selit belit kata-kata yang dia rancang. Hingga gimana
rasanya menjadi yang di nantikan di rumah atau menjadi yang kedatangannya di
rindukan, kepergiannya tidak diinginkan dan saat bersamanya bisa lebih baik. Senyum,
tersipu dan nggak bisa berkata-kata lagi dan akhirnya senyum dengan menundukkan
kepala sebagai bentuk jawaban atas pertanyaan itu. Akan tiba waktunya dimana ‘waktunya
nikah, ya pasti nikah’.
0 komentar:
Posting Komentar