Jumat, 07 Desember 2018

Secangkir Teh Poci dan Nasi Goreng Tiwul Veteran

Berawal dari penasaran pas melintasi jalan Veteran – Sukoharjo ada tenda berwarna biru di pinggir jalan dengan papan nama bertuliskan beberapa menu makanan & minuman yang tersaji/dapat di pesan disitu, tulisan yang cukup besar berharap ada beberapa pelintas yang sengaja berhenti dan memesan makanan. Bukan tempat bertenda yang wah banget, hanya biasa saja seperti tenda tenda yang lain hanya saja menu makanan yang di jual berbeda. Dan hanya sepintas saja saya melihatnya, tapi terkadang yang sepintas itu bikin penasaran untuk mampir dan mencicipi.
Nasi goreng tiwul. Ya, tulisan yang tertata rapi di sebelah kanan dan depan gerobak bapak penjualnya dan tak luput juga tulisan menu yang lain, nasi goreng biasa, mie goreng, mie kuah dan teh poci. Memang baru kedua kalinya saya melihat papan nama itu, karena memang pas ada moment pulang kampung saja, dan kadang juga akses jalan pulang nggak melulu lewat jalan veteran itu. Tapi malam itu saya minta ke adek untuk lewat jalan tersebut karena memang niat saya pengen mencicipi nasi goreng tiwul dan karena menu makan malam ibu di rumah sudah habis (jam 9 malam) jadi tak putuskan untuk cari makan malam bareng adek di sana. Nah, ini yang menjadi tantangan nya, karena hanya sepintas melihat jadi belum tau persis posisi tenda itu. So, sedikit menahan laju motor agar sempat melihat spanduk berwarna hijau itu.

Ambil sen kiri dan belok kiri, langsung sampe. Mulai pesan makanan, sego goreng tiwul e taksih, pak? – nasi goreng tiwul nya masih, pak? disaut oleh bapaknya taksih, - masih. Pesen setunggal nggih pak, teng mriki mawon, - pesan satu ya pak, makan disini saja. Nggih mas, saut bapaknya – mang lenggah riyen teng mriko – ya mas, saut bapaknya – silahkan duduk dulu disana (sambil menunjuk tempat lesehan biasa para pelanggan menikmati makanan). Saat mau duduk ada anaknya yang menanyakan/menawarkan untuk pesan minum apa, ngunjuk e nopo mas? – minumnya apa mas? Tawar anak itu. Teh manis anget – teh manis hangat jawabku. Selang beberapa menit minuman yang di pesan datang – sambil menunggu bapaknya memasak nasi gorengnya. Teh poci, ya nggak tau kenapa yang datang cangkir kecil dengan didalamnya ditaruh gula batu dan irisan jeruk nipis disandingkan dengan sebuah teko kecil penuh air teh didalamnya – hangat. Ternyata ini yang tertulis di spanduknya – tersedia teh poci. Saya kira akan sama seperti tempat makan bertenda lain kalo teh hangat/es itu tetap segelas penuh air teh yang mengebul ngebul uap di atas gelas, tapi disini ternyata beda, dan sepertinya khusus untuk teh manis hangat saja yang disajikan seperti itu, karena ada pembeli juga memesan es teh manis dan itu disajikan dengan gelas berukuran 300ml bukan cangkir dan teko.
Dari penampakan sego goreng tiwul ini seperti nasi goreng biasa karena dimasak dengan digoreng jadi nasi tiwulnya ini nggak keliatan bedanya dengan nasi putih. Tapi dari rasanya begitu terasa khasnya nasi tiwul, dan bukan nasi putih. Dengan memesan tingkat pedas hanya sedang jadi nggak terlalu pedas tapi juga sedikit bikin nyegrak, mungkin dari penggunaan cabe rawitnya. Visual yang lain, nasi goreng tiwul ini sedikit lebih kering jika dibandingkan dengan nasi goreng yang biasa saya beli, sekering keringnya nasi goreng biasa ini cukup kering untuk ukuran nasi goreng dan saya suka dengan itu. Rasa dari nasi goreng tiwul ini hilang seketika saat saya sruput teh poci hangat, manis yang bercampur dengan masam jeruk nipis jadi sedikit ada segarnya teh poci itu. Dan dengan gula batu didalamnya, menambah rasa manis yang awet dan terasa masih ada di lidah.

Share:

About Me

Seorang Mahasiswa Teknik Kimia, suka hal hal simple, minimalis, seorang plegmatis.

Terbaru

Popular Posts

Arsip

Diberdayakan oleh Blogger.