Sabtu, 28 September 2019

Menu Sarapan di Beberapa Daerah


Sarapan itu perlu nggak sih sebenernya? Mungkin sebagian akan berpendapat kalo sarapan itu perlu tapi mungkin sebagian lagi berpendapat berlawanan dengan itu. Pernah dengar kalo memulai aktivitas tanpa sarapan akan menurunkan kadar konsentrasi seseorang. Aktivitas belajar di sekolah misalnya, jika pagi hari tidak di imbangi dengan sarapan terlebih dahulu sebelum belajar, kadar konsentrasi nya akan menurun. Jadi saat ditanya beberapa soal perhitungan sederhana terasa sulit untuk di jawab. Ya itu sekedar informasi yang saya dapat, tapi secara medisnya saya kurang tau, seberapa pengaruhnya jika seseorang tidak sarapan akan menurunkan kadar konsentrasi. Terkadang ada juga yang bilang kalo sarapan nanti malah membuat seseorang bisa merasa ngantuk jadi kadar konsentrasi juga akan menurun. Kalo seperti ini bisa jadi efek dari apa yang ia konsumsi, kalo kebanyakan makanan berat (karbohidrat) dengan proporsi yang banyak pula, efek ngantuk bisa jadi akan di alami. Tapi kalo pemilihan menu sarapan yang pas (tidak berlebih) itu akan memberikan efek yang berbeda di tubuh.

I think enough untuk intro yang nggak nyambung itu. Nah, sedikit mengenal menu sarapan. Ternyata menu menu makanan yang bisa jadi menu sarapan di berbagai daerah itu cukup bervariasi. Walaupun ada banyak menu sarapan yang menjadi favorit tapi kalo yang khas kan nggak banyak. Kenapa disebut menu sarapan? Karena menu sarapan ini hanya bisa di temui pas jam jam sarapan sekitar pukul 07 – 09 pagi. Kalo udah agak siang ya udah jadi menu makan siang namanya.

Beberapa menu sarapan yang saya temui di berbagai daerah :
  • Tahu Kupat


Menu sarapan/makanan yang biasa di jumpai di jam jam di atas itu adalah Tahu Kupat. Makanan yang satu ini ada di sekitaran pasar (kalo di kampung saya) dengan gerobak dorong berwarna biru terpampang di pojokan bangunan. Menu sarapan ini menyajikan tahu goreng, bakwan, ketupat, dengan tambahan kacang tanah, irisan kubis, beberapa suwir mie kuning dan potongan mentimun (kecil kecil) dan di siram dengan sambel kecap (bisa request level pedasnya). Bisa di jumpai di daerah sukoharjo – solo.
  • Kupat Tahu,

Menu sarapan yang saya jumpai di daerah bandung. Dulu sempet main ke bandung dan disaranin atau lebih tepatnya sih di ajak makan kupat tahu. Kupat tahu ini dari yang saya perhatiin itu mirip dengan ketoprak (makanan). Penggunaan lontongnya, tahu gorengnya dan sambal kacangnya juga. Berbeda dengan tahu kupat yang saya ulas di atas, walaupun nama dari makanan ini seperti cuman di balik saja, tapi fisik makanannya berbeda.
  • Docang

Olahan makanan yang cocok untuk sarapan berikutnya bisa di jumpai di daerah Cirebon, baik itu kota ataupun di kabupaten. Ulasan lengkapnya sudah saya ulah di post saya yang sebelumnya.
  • Sega jamblang atau Nasi Jamblang

Menu sarapan ini sama seperti docang yang bisa di jumpai di daerah Cirebon. Menu yang satu ini berbeda dengan beberapa menu di atas yang menggunakan lontong/ketupat sebagai main dish. Tapi nasi jamblang ini menggunakan nasi putih biasa tanpa di buat lembut seperti lontong. Walapun sumber main dish nya sama sama dari beras. Makanan seperti jamuan prasmanan, bisa ambil dan pilih sendiri lauk pauk yang ingin di makan. Mungkin yang agak unik ialah nasi putihnya itu dibungkus dengan daun jati bukan dari kertas nasi dan sambalnya yang kombinasi antara ulekan sambel dengan irisan cabe merah. Lauk pauknya ini biasanya berupa aneka jenis daging, telur, usus, tahu & tempe goreng.

Itulah beberapa menu sarapan yang bisa di temui sesuai dengan daerahnya. Walaupun banyak menu sarapan yang bisa di jumpai di beberapa daerah seperti bubur ayam Jakarta, bubur ayam Tangerang yang biasa saya jumpai di Cirebon. Dan juga ketoprak, nasi kuning, bubur kacang ijo ini yang lebih banyak tersebar di berbagai daerah yang menjadikan menu sarapan umum.

Share:

Kamis, 19 September 2019

Nulis yang Bermodal


Nulis, bikin narasi tentang kuliner jadi malah ketagihan pengen terus ambil topik itu. Padahal nggak terlalu addict banget soal kuliner, nggak bisa kasih rekomendasi masakan yang tepat untuk di cicipi ke orang lain, ya karena emang nggak bisa dan nggak tau cara rekomendasiin makanan. Pernah sekali rasanya pengen banget rekomendasiin salah satu masakan khas, tapi karena beda tempat makan jadi kesannya ‘kepepet’ ngasih rekomendasinya. Jadi ujung ujungnya ‘yang penting minimal ngerasaain’ walau sama persis makanannya, tapi rasa kan pasti beda. Pas nanya ke temen gimana rasa makanan tadi? Biasa aja, enak banget ya nggak, nggak enak ya nggak juga. Dan nggak tau itu selera mereka nggak kan nggak tau.

Menurut saya, ambil bahasan kuliner itu butuh banyak investasi/modal, contohnya :
  • Uang

Yang ini pasti, karna mau ngerasain makanan harus beli dan pake uang, bukan daun atau yang lain. Intinya sih mata uang yang bisa dibuat transaksi. Tapi untuk sekarang ini bisa jadi cashless alias nggak perlu banyak banyak bawa uang cash, udah banyak banget cashless tinggal modalin berbagai macam kartu dan aplikasi. Jadi tinggal tap sana tap sini…
  • Waktu

Selain uang, ini juga nggak kalah penting karena kalo ada uang tapi nggak sempet atau nggak ada waktu luang buat pergi pergi kan percuma, nggak bisa ‘berburu’ kuliner yang sedang hits atau yang baru bermunculan.
  • Fisik

Fisik ini terkait dengan kesehatan badan diri, kalo mau merekomendasikan sesuatu apalagi soal makanan, sangat perlu diri sendiri haruslah sehat biar bisa optimal dalam mencicipinya. Jadi bisa njelasin detail soal rasanya. Kalo lagi sakit sudah pasti nggak nafsu makan, lidah terasa pahit semua sekalipun itu gula yang jelas jelas terasa manis. Intinya indera pengecap kita bisa optimal fungsinya kalo pas lagi sehat.

Ya itu beberapa hal yang menurut saya perlu disiapkan jika ingin menjadi ‘pemburu kuliner’. Entah mau jadikan hobi atau sekedar ingin saja.

Share:

Sabtu, 29 Juni 2019

Serupa Tapi Tak Sama



Coba buat narasi tentang kuliner lagi, walaupun sejujurnya saya bukan seorang pencari kuliner yang mungkin setiap bepergian yang menjadi incaran pertama. Tapi nggak apa apa sebagai pendatang di kota udang (sebutan) ini masa sih nggak nyobain olahan makanan yang ada disini. Setidaknya sekedar nyobain aja. Setelah berbagai olahan mie kayak mie koclok, mie yamin, mie ayam dan mie mie yang lainnya, saya juga cukup tertarik setelah berada di tempat tinggal yang baru. Nama makanan ini Tahu Tek Tek, nggak tau ini aneh atau nggak untuk sebuah nama makanan, cuman pas ketemuan aja di tempat tinggal yang baru karena tempat tinggal lama belum nemu makanan itu.

Tahu tek tek, dari namanya saya sudah berekspektasi makanan ini berbahan dasar tahu dan mungkin mayoritas tahu seperti tahu sumedang, tahu tegal dll. Dan dari kata tek tek itu saya berpikiran kata ini diambil dari suara wajan/penggorengan yang saat di mamang penjualnya ini menggoreng dan sumber suara itu dari perpaduan antara susruk/spatula dengan wajan sehingga berbunyi tek tek atau si penjual ini sengaja memukulkan sesuatu ke wajan untuk tanda/isyarat bahwa ada yang sedang berjualan makanan ini. Tapi ekspektasi saya itu ternyata salah, memang ada bahan makanan tahu, tapi tidak mayoritas cuman seperti menjadi bagian dari keseluruhan makanan. Alhasil setelah dihidangkan ternyata mirip olahan makanan ketoprak, karena semua bahan seperti tahu digoreng, lontong, toge, kerupuk, sambal kacang, kecap dan kerupuk. Cuman yang membedakan antara tahu tek tek dengan ketoprak ialah ada di bihun nya. Tahu tek tek nggak pake bihun dan ada tambahan cabe bubuk untuk level pedas. Dan cara menyajikan berbeda, kalo ketoprak dari bumbu sambal kacang dulu yang di uleg, baru dimasukin bahan bahan yang lain. Tapi kalo tahu tek tek langsung dimasukin bahan bahan (tahu, lontong dll) baru diguyur sambal kacang.

Walaupun nggak sesuai ekspektasi (seluruhnya) tapi yang anggap saja sedang menikmati salah satu olahan dari kota udang dan itung itung buat mengobati rasa penasaran.

Share:

Sabtu, 04 Mei 2019

Satu Kejadian


Satu kejadian, cukup satu kejadian untuk mengingatkan pada seseorang yang entah itu berbuat baik ke kita atau sebaliknya. Karna terbatasnya ingatan untuk menghapal setiap kata yang terangkai menjadi nama panggilan setiap orang yang berbeda beda, jadi kadang menjadi lupa saat ingin menyapa dan akhirnya di sapa duluan sama lawan bicara. Mungkin juga selain suatu kejadian, bisa juga hafal wajah tapi tidak untuk nama.

Nah, semacam ini sering saya rasakan saat berbagai teman kerja menyapa dan memanggil nama panggilan saya dan bahkan sampai ada yang mengajak untuk ngobrol. Dan itu sering membuat saya membatin “itu siapa ya? Kok tau nama saya?” – saya saja tidak tau itu siapa...

Sama halnya mengingat kejadian di waktu lampau yang masih menyisakan inti dari kejadian itu, dan teringat kembali di momen seperti ini (bulan puasa). Sebagai kegiatan untuk menambah ilmu tentang agama, biasanya orang tua mendaftarkan anak – anaknya ke TPA terdekat untuk belajar mengaji sejak dini. Ya, mumpung belum banyak kegiatan yang menyita waktu kecil selain hanya sekolah dan bermain kesana kesini nggak karuan. Yang menjadi imajinasi saya itu bakalan bepergian sama temen teman naik sepeda gowes ke pondok, menghabiskan waktu siang menjelang sore hingga bahkan sampai malam tiba. Dan waktu waktu itu nggak kerasa cepet banget, baru juga berangkat dengan tenaga yang masih full ku kayuh sepeda ontel jadul berbentuk jengki itu dengan cepat cepat karena waktu masuk pelajaran yang mepet, karena kadang harus lama menunggu temen temen lain pada siap siap. Intinya biar berangkatnya bisa bareng bareng, kalo di hukum karena telat kan juga bareng.

Jam masuk pelajaran sudah tiba dan tinggal menunggu ustadznya datang untuk mengajar, dan waktu satu jam selesai setelahnya istirahat untuk sholat dan dilanjutkan lagi satu jam setelah istirahat. Jadi kurang lebih memakan waktu 2 jam di pertengahan sore hari, bahkan bisa sampai 1 jam lebih nya untuk ngobrol tentang apapun (kalo nggak buru buru pulang). Hingga sampai sore tiba dan di perjalanan nggak sekuat kayuhan di banding waktu berangkat, lebih santai dan menikmati perjalanan sambil ngobrol kanan kiri. Hingga akhirnya melirik ada sebuah kebun yang ditanami buah sawo, berjejer sekitar 3 pohon sawo yang siap berbuah dan di musim itu lagi musim nya sawo berbuah. Karena sudah sering lalu lalang lewat jalur desa itu dan juga dengan kepolosan anak kecil, memberanikan diri walau dengan takut takut untuk menemui pemilik kebun dan meminta ijin untuk memetik buah sawo untuk dijadikan sebagai takjil berbuka puasa. Karena saking banyaknya pohon itu berbuah, sang pemilik pun nggak pikir panjang untuk mengijinkan kami mengambil buah sawo itu.

Rejeki anak sholeh.
Dan dengan satu kejadian itu, sampai sekarang saat melintasi jalan desa itu dan masih ada bentang tanah kosong (belum di bangun rumah) masih ada ingatan soal waktu lampau gowes ontel bersama teman teman sambil ketawa ketawa dan seakan bercanda dalam perjalanan.

Share:

Rabu, 13 Maret 2019

Kesasar yang Berfaedah


Pernah kesasar atau Tersesat? Karena tempat/daerah baru di kunjungi atau malah sebenarnya udah tau daerah tersebut? Jika memang tersesat karena baru pertama kali kunjungan itu wajar, tapi kalo sebaliknya itu nggak wajar. Tapi bisa juga daerah udah pernah di kunjungi tapi karena udah terlalu lama tidak berkunjung lagi itu bisa di bilang sedikit wajar kalo nyasar. Tapi kalo nyasar yang menyenangkan, apakah bakalan terjadi? Ya, saya juga tidak tau pasti kalo seperti itu kasusnya. Cuman kebanyakan kalo kesasar itu menjadi image yang buruk alias tidak menyenangkan, lha wong kesasar nggak tau arah mana mana dan bingung mau ngapain/ngelakuin sesuatu kok menyenangkan. Piye?

Bukan niat bukan juga kesempatan, tapi serendipity atau menemukan sesuatu yang berharga secara tidak sengaja akan menjadi hal yang menyenangkan dan bisa jadi pengalaman baik dalam hidup. Kalo jaman sekarang biasa orang sebut di luar ekspektasi atau angan angan dan terjadi begitu saja.

Nah, hal itu terjadi pada saya sekitar 3 tahun silam. Waktu itu sedang ingin bepergian ke salah satu destinasi Kota Bandung dengan bermodalkan transportasi umum. Tapi bukan sampe di tujuan tapi malah ke destinasi yang lain yang nggak pernah terbayang bakalan kesitu. Karena menggunakan transportasi umum jadi perlu transit beberapa transporter untuk sampe di tujuan. Dan untuk pergi di pool transporter itu perlu jalan kaki dulu beberapa ratus meter. Awal transit, turun dari bus lalu cari cari informasi untuk naik kendaraan berikutnya dengan menembus keramaian pedagang bak pasar malam yang sering jualan pakaian sampe perkakas lain. Nah, setelah itu malah tembus dan ketemu sama tempat bernama Gasibu, begitulah julukan warga sekitar menamai tempat itu. Gasibu ini merupakan tempat dengan visual seperti alun alun kota yang membentang rumput pendek yang hijau dan ada beberapa ornamen di rumputnya dan biasanya warga sekitar memanfaatkan moment pas CFD (Car Free Day) di hari libur. Cuaca cukup menyengat karena pas hampir tengah hari dan di tambah lahan luas yang membentang jauh dari pepohonan menjadikan saya melirik dan jalan ke pinggir.

Yang berikutnya kesasar melewati salah satu monumen yang ada di Bandung yakni monumen perjuangan. Tempat ini juga tidak jauh dari lokasi gasibu itu, dan entah memang area nya tertutup atau memang sedang ditutup untuk wisatawan. Karena saat itu saya harus memutar lokasi untuk mencari pintu masuk, tapi sayang tidak bisa lebih dekat dengan monumen itu karena terhalang pagar yang mengelilinginya. Dengan meninggalkan KTP, saya bisa masuk area untuk umum dan pasti diluar pagar monumen. Lumayan, intinya sempat melihat salah satu monumen yang ada di kota itu.
Monumen Perjuangan
Dan yang terakhir yang nggak di sangka juga, ketemu salah satu ikon kota bandung juga. Gedung sate. Ya, awalnya masih kurang pede kalo itu beneran gedung sate atau hanya gedung dalam kota, tapi setelah melihat lebih dekat bangunan itu ternyata memang gedung sate yang ada di depan mata. Cukup ramai pengunjung di area gedung yang silih berganti untuk mendapatkan momen atau angle yang pas untuk diabadikan lewat kamera. Dan lalu lalang kendaraan dan para pejalan kaki pun ikut menyumbang sedikit crowded lokasi itu. Ya, tentunya saya juga nggak mau kalah untuk mengabadikan momen dengan kamera walaupun cuman kamera ponsel.
Gedung Sate
Dan di akhir perjalanan pulang terlintas depan mata kendaraan yang cukup langka untuk di kendarain di kota itu. Bus tingkat. Ya, bus yang hanya beroperasi di beberapa kota ini salah satunya beroperasi di kota Kembang. Berharap bisa naik dan berkeliling menggunakan bus itu ke tempat tempat destinasi kota Kembang.

Share:

Rabu, 20 Februari 2019

Menu Santap Kelas Malam


Kuliah kelas karyawan yang masih menyisakan kenangan dan ingatan akan berangkat setelah adzan ashar dan pulang saat orang orang sekitar menutup pintu dan tinggal menyisakan beberapa orang yang berjaga meronda. Sunyi. Sepi. Ya, itulah gambaran selama kuliah 4 tahun, tidak. hanya sekitar 3 tahun 6 bulan untuk bisa membiasakan tubuh dengan pola waktu seperti itu dan tentu sekitar 8 jam di waktu produktif (pagi hari) menyibukkan diri dengan beberapa tugas tugas. Entah baik atau nggak itu cuman masalah diri saja, jikalau bosan dengan 8jam di pagi hari tinggal ambil kegiatan yang bisa dikerjakan di paruh waktu.

Karena pola waktu yang berubah, tentu saja dengan menu menu makan malam yang terkadang maksaain untuk nggak makan malam karena begitu pulang langsung istirahat. Tapi tidak untuk setiap harinya, ada kalanya akan mencari dan makan malam kalo perlu. Tentu membiasakan dengan menu makanan cepat saji yang ada di sekitar kampus, seperti nasi goreng, mie goreng, bubur kacang ijo, bubur ayam (kadang), nasi lengko (kalo masih buka) dan lainnya. Menu seperti itu sudah biasa menjadi target jika lapar menyerang di kala malam hari.
  • Nasi goreng,

Bukan makanan wah memang, tapi menjadi makanan yang langka di konsumsi di waktu kuliah. Karena harganya yang kadang berpikir sejenak kalo mau pesen. Dan harga 1 porsi menu ini bisa di ganti dengan 2 porsi menu yang lain. Tapi nggak kehabisan akal, terkadang meminta ke abang nasgornya dengan menawar setengah porsi atau yang lain. Entah kasian atau gimana si abangnya melayani saja permintaan itu.
  • Ketoprak

Ini salah satu menu yang lain yang bisa dijadikan menu makan malam alternatif kalo kalo yang diinginkan ternyata nggak ada. Kalo di ingat ingat menu makanan ini muncul karena ada beberapa testimoni soal rasanya dan harga yang masih 7ribu/porsi. Makan seporsi dengan harga itu dan sudah kenyang pula. Pas dan sesuai dengan kocek kantong mahasiswa.
  • Bubur

Entah bubur ayam atau bubur kacang ijo, tapi menu ini bisa jadi alternatif juga. Lebih tepatnya hanya sebagai pelampiasan dari beberapa menu yang udah bosen karena terlalu sering di makan.
  • Warteg

Nah, ini kadang menjadi daftar menu yang sering dicoba. Jarak dengan kampus cuman beberapa meter saja sudah bisa beli disitu. Dengan memilih menu telor (ceplok/dadar) dan 1 jenis sayur sudah setara dengan harga ketoprak. Cukup.
  • Nasi lengko

Menu andalan kalo memang pas nggak pulang terlalu larut malam. Biasa pergi bareng bareng dan makan di tempat. Seporsi 5ribu menjadikan menu makan malam andalan saat perut terpaksa harus diisi saat malam tiba. Ada beberapa tempat/kedai yang bisa di jangkau, rasa dan harga tetap sama.

Ya, itu beberapa menu makanan mahasiswa kelas malam. Adapun cemilan selepas istirahat maghrib biasanya membeli roti 2ribuan dan beberapa kacang dewa hanya untuk sekedar menahan bunyi keroncong dari perut saat di kelas. Tak banyak juga dari temen temen yang membawa bekal dari rumah, itu karena mereka udah terbiasa membawa dan karena mereka bukan anak rantau.

Share:

Selasa, 12 Februari 2019

Mandi Air di Air Terjun Kali


Beda schedule beda eksekusi. Mungkin itulah istilah yang pas untuk planning akhir tahun kemarin saat ingin mengisi waktu luang cuti akhir tahun. Saat schedule sendiri ingin solo bacpacker ke sisi lain dari Yogyakarta alias daerah Kaliurang tapi apalah daya kena nego dan iming iming pergi bersama backpacker ke pantai kebumen. Daripada sendirian lebih baik bareng bareng dan pergi ke pantai pula, kalo ke kaliurang jauh dari pantai (pesisir gunung) tapi kalo ke kebumen cukup pergi ke pantai. Dan apalah daya hasil iming imingnya berhasil mengedurkan niatan saya untuk solo backpacker. Padahal kalo dilihat apa yang sering saya lakuin, bukan sekali dua kali saya ber solo backpacker ke beberapa tempat (walau cuman 3 tempat sih) tapi karena biar agak rame dalam perjalanan akhirnya negoisasi dengan diri pun luntur dan meng iya kan ajakan temen.
Secuil dari postingan kemarin, ada beberapa hal yang saya lakuin selama 3D2N di Kebumen. Salah satunya mandi di bawah jatuhnya Air Terjun Kali. Sesuai dengan nama air terjun ini yang terbayang ialah air terjun yang memiliki beberapa kucuran air yang turun dan berurutan sampai tempat yang landai/datar. Terbayang juga akses menuju air terjun ini yang bakalan naik turun mengikuti jalan setapak yang terbentuk akibat pijakan kaki para pencari nafkah dengan berkebun. Dan itu memang benar adanya. Akses jalan motor yang mulai berubah dari jalan aspal ke jalan cor coran setengah yang menyisakan gap/space tengah untuk tanah. Bukan hanya berubahnya jenis jalan tapi juga berubahnya ukuran dari jalan tersebut, dari jalan yang bisa di akses untuk persimpangan mobil dengan mobil, mobil dengan motor hingga motor dengan motor saja. Dan tidak kalah seru nya ialah mulai berjumpa dengan suasana hutan yang rindang dan sejuk bahkan beberapa kali berpapasan dengan udara dingin.

Dengan bermodalkan fitur smartphone ditangan perjalanan dimulai. Sesampainya titik koordinat yang di tunjukan fitur tersebut, ternyata agak ragu kalo memang ini tempatnya. Karena wana wisata ini belum ada yang mengelola, fasilitas petunjuk arah, pintu masuk, tiket dan lahan parkir belum semuanya tersedia hanya saja memanfaatkan space lahan kosong milik warga sekitar untuk tempat parkir dan untuk tiket dan pintu masuk sama sekali tidak ada, yang perlu dilakukan ialah berkomunikasi dengan warga sekitar sebagai petunjuk arah darimana dan kemana arah menuju air terjun itu. Cukup simple petunjuk yang di kasihkan oleh orang warga, “ lewat jalan ini (sambil menunjuk jalan setapak yang menurun) sampai nanti ketemu aliran sungai dan ikuti terus aliran sungai itu menuju muaranya/hulu nya, nanti akan ketemu air terjun itu “. Tak mau berlama lama untuk meng iyakan instruksi itu. Memang benar adanya “cukup mengikuti jalan aliran sungai sampai ketemu air terjun”. Aliran sungai itu memang dangkal dan jalan nya berbatu padas jadi hati hati kalo melangkah – licin.

Saat sampai di lokasi, tempat mandi yang sepi entah karena waktu yang memang lagi sepi (weekday) atau memang belum banyak pengunjung luar desa setempat yang pergi kesini. Tapi bayangan saya cukup terbantahkan dengan adanya sisa bungkus plastik jajanan dan botol minum yang bergeletakan di atas batu batuan padas itu. Dan ini adalah kesempatan yang bagus untuk bisa mandi sepuasnya di situ karena sekitar sepi sekali, hanya sesekali melihat orang lewat daerah itu untuk pergi berkebun.

Air terjun dengan tinggi yang hanya sekitar 4 - 5 meter ini memiliki 2 ruang untuk mandi yakni bagian bawah dan atas karena air terjun ini terbentuk 2 aliran hanya saja yang bisa di pakai untuk mandi hanya bagian atasnya saja, karena setelah aliran yang di bawahnya menyisakan kolam yang dangkal. Untuk kedalaman kolam air terjun ini hanya sekitar 2 meter, air yang tervisualkan warna hijau ini menjadikan air tersebut jernih dan di dukung pula dengan batu padas menjadikan kolam air terjun layak untuk menyegarkan badan dengan berendam di sana. Tapi yang perlu di perhatikan ialah safety nya, karena batu padas jadi lebih licin dibanding dengan batu lain. Oleh karena itu perlu hati hati membuat pijakan kali.

Share:

Minggu, 10 Februari 2019

Sate Ambal Pak Kasman


Selang beberapa bulan yang lalu teringat akan jatah cuti tahunan yang masih menyisakan 5 hari kerja, setelah berembuk dengan temen di grup wa diputuskan untuk berkunjung ke kota dengan oleh oleh lanting. Kebumen. Iya, setelah berembuk dan menentukan tanggal pemberangkatan deal akan berangkat ber3 tapi selang H-3 menyisakan saya sendiri. Terlanjur beli tiket kereta dan pengajuan cuti sudah di acc mubadzir kalo nggak berangkat. Jadi perjalanan setelah pulang shift sore dan tiket kereta berangkat pukul 00:44 dinihari dan diperkirakan sampai lokasi waktu subuh.

Spare waktu di sana ada sekitar 3 hari 2 malam, cukup untuk sekedar berkeliling daerah sekitar dan tak lupa juga mencari beberapa kuliner yang ada disana. Salah satunya Sate Ambal Pak Kasman yang cukup terkenal dan menempati peringkat teratas menu kuliner di kebumen.
Ok, mari kita bahas kuliner satu ini. Dari tampaknya sama seperti sate ayam pada umumya yang menampilkan potongan ayam yang ditusuk tusuk dan disajikan dengan lontong. Untuk porsi sendiri cukup besar kalo menurut saya karena satu porsi itu ada 20 tusuk dan untuk saya makan sendiri sedikit berlebihan jadi saya pesan seporsi tapi dibagi 2 piring lontong dengan temen saya. Untuk bumbu nya sendiri jika dilihat akan sama dengan bumbu sate pada umumnya yang keliatan seperti bumbu kacang, tapi kalo di coba rasakan sangat berbeda karena bumbunya ini terbuat bukan dari kacang melainkan dari tempe. Dan ini yang menjadi khasnya sate ayam ambal. Kalo soal rasa, setelah di icip icip ternyata lebih mendekati manis, mungkin karena kita pesan nya tidak bilang pedas atau nggak jadi terasa manis satenya. Dari tekstur potongan ayam nya sendiri itu cukup empuk dan lembut, pas untuk digigit dan dikunyah.

Jadi, bisa di coba salah satu kuliner khas daerah ini saat Anda berkunjung atau sekedar mampir di Kebumen. Untuk akses dan posisi tepatnya ialah di Jalan Kutowinangun, Kambalan, Ambal – Kabupaten Kebumen. Dan terpapang jelas papan nama Sate Ambal Pak Kasman.

Share:

About Me

Seorang Mahasiswa Teknik Kimia, suka hal hal simple, minimalis, seorang plegmatis.

Terbaru

Popular Posts

Arsip

Diberdayakan oleh Blogger.