Sabtu, 23 Januari 2016

Suka Duka Minoritas


Bersosialisasi itu penting, sama halnya kalo bergaul, berinteraksi dengan orang lain. Karena menurut ilmu, manusia itu adalah makhluk sosial atau istilahnya nggak bisa apa-apa tanpa bantuan orang lain. Pada dasarnya, sesuai dengan kata itu berarti untuk mendapatkan apa yang ingin kita capai, inginkan itu butuh bersosialisasi, komunikasi dan bergaul dengan orang lain.

Nah, dalam bersosialisasi ini terkadang terbentuk yang namanya sebuah kelompok yang berisikan anggota-anggota dan kelompok tersebut menyamakan persepsi, tujuan dan pemikiran. Namun terkadang ada aja hal yang nggak ingin terjadi malah terjadi dan hal itu bisa saja menghambat prosesnya. Terkadang ada yang terkucilkan, ada yang nggak bisa nerima pendapat satu sama lain dan lain-lain. Nah, ini beberapa suka duka jadi minoritas.

Sukanya…bisa belajar
Satu, belajar menumbuhkan rasa percaya diri dan yakin. Salah satu hikmah kalo jadi minoritas itu percaya dirinya diuji, konsisten juga di pertaruhkan. Tetap yakin dengan apa yang dilakukan dan itu benar. Karena ujian untuk tetap yakin dan konsisten itu berat banget, kadang ada aja yang bikin goyah, terpancing ama omongan orang lain yang belum tentu benar dan akhirnya memutuskan keputusan yang berlainan dengan hati nurani. Walaupun keyakinan itu salah, dia juga siap buat nerima dengan ikhlas segala konsekuensinya.

Dua, belajar gigih dan tegas. Nah, kalo yang ini biasanya yang menjadi beban berat orang minoritas. Selain menjaga konsistensi dengan pendapatnya, dia juga harus tegas dalam mengambil sebuah keputusan yang nggak mudah.

Tiga, belajar positive thinking. Iya, tetap konsisten dan tetap berpikir positif dalam melihat segala kejadian yang tak terduga yang mungkin akan muncul.

Nah, untuk dukanya…
Satu, ikut salah. Ini mungkin jadi yang paling biasa dan emang sebagian besar pasti seperti ini. Orang yang kurang yakin bahwa apa yang ia lakukan itu benar akan goyah saat kondisinya menjadi orang minoritas dan mengabaikan keyakinan dan malah ikut-ikutan dengan kebanyakan orang padahal belum tentu itu benar. Terkadang mindsetnya masih nyari aman, kalopun salah ada temennya ini.

Dua, jadi yang paling lemah. Dalam bersosialisasi dengan orang lain, terkadang dia malah terjebak dengan keadaan. Contohnya aja seorang perantau yang baru beberapa taun merantau dan pengen mencari teman dengan bersosialisasi dengan orang sekitar di perantauan itu. Namun, dalam suatu hari saat dia masuk dalam sebuah perkumpulan dia jadi lemah, lemah dalam arti karena nggak terlalu paham dengan bahasa dari masyarakat itu, sehingga dia pun memaksakan untuk mengerti walaupun hanya alur pembicaraannya aja. Karena kebiasaan berbahasa yang berbeda dari orang perantau itu, kebiasaan saat di tempat lahir dalam menggunakan bahasa daerah tempat lahir. Dan saat di perantauan, kebiasaa itu nggak cukup banyak yang menggunakan. Jadi dari situ dia jadi minoritas, namun dengan itu muncul keinginan buat belajar menyesuaikan dengan keadaan yang sekarang.


Terkadang kita masih memikirkan untuk tetap berada di zona aman, masih yang penting aman. Nah, karena hal itu kadang membuat diri sendiri menjadi down dan nggak mau jujur, percaya diri bahwa aku ini benar juga berkurang. Ikut suara terbanyak juga menjadi salah satu yang terkadang jadi alesan buat tetap aman, padahal hal itu nggak sejalan ama hati tapi tetap aja maksain buat “iya in”. Dan kalo lagi apes bisa-bisa malah ikut salah karena ikut suara terbanyak. 
Share:

About Me

Seorang Mahasiswa Teknik Kimia, suka hal hal simple, minimalis, seorang plegmatis.

Terbaru

Popular Posts

Arsip

Diberdayakan oleh Blogger.