Bersosialisasi itu penting, sama
halnya kalo bergaul, berinteraksi dengan orang lain. Karena menurut ilmu,
manusia itu adalah makhluk sosial atau istilahnya nggak bisa apa-apa tanpa
bantuan orang lain. Pada dasarnya, sesuai dengan kata itu berarti untuk
mendapatkan apa yang ingin kita capai, inginkan itu butuh bersosialisasi,
komunikasi dan bergaul dengan orang lain.
Nah, dalam bersosialisasi ini
terkadang terbentuk yang namanya sebuah kelompok yang berisikan anggota-anggota
dan kelompok tersebut menyamakan persepsi, tujuan dan pemikiran. Namun
terkadang ada aja hal yang nggak ingin terjadi malah terjadi dan hal itu bisa
saja menghambat prosesnya. Terkadang ada yang terkucilkan, ada yang nggak bisa
nerima pendapat satu sama lain dan lain-lain. Nah, ini beberapa suka duka jadi
minoritas.
Sukanya…bisa belajar
Satu, belajar menumbuhkan rasa
percaya diri dan yakin. Salah satu hikmah kalo jadi minoritas itu percaya
dirinya diuji, konsisten juga di pertaruhkan. Tetap yakin dengan apa yang
dilakukan dan itu benar. Karena ujian untuk tetap yakin dan konsisten itu berat
banget, kadang ada aja yang bikin goyah, terpancing ama omongan orang lain yang
belum tentu benar dan akhirnya memutuskan keputusan yang berlainan dengan hati
nurani. Walaupun keyakinan itu salah, dia juga siap buat nerima dengan ikhlas
segala konsekuensinya.
Dua, belajar gigih dan tegas.
Nah, kalo yang ini biasanya yang menjadi beban berat orang minoritas. Selain
menjaga konsistensi dengan pendapatnya, dia juga harus tegas dalam mengambil
sebuah keputusan yang nggak mudah.
Tiga, belajar positive thinking. Iya, tetap konsisten
dan tetap berpikir positif dalam melihat segala kejadian yang tak terduga yang
mungkin akan muncul.
Nah, untuk dukanya…
Satu, ikut salah. Ini mungkin
jadi yang paling biasa dan emang sebagian besar pasti seperti ini. Orang yang
kurang yakin bahwa apa yang ia lakukan itu benar akan goyah saat kondisinya menjadi
orang minoritas dan mengabaikan keyakinan dan malah ikut-ikutan dengan
kebanyakan orang padahal belum tentu itu benar. Terkadang mindsetnya masih nyari aman, kalopun salah ada temennya ini.
Dua, jadi yang paling lemah.
Dalam bersosialisasi dengan orang lain, terkadang dia malah terjebak dengan
keadaan. Contohnya aja seorang perantau yang baru beberapa taun merantau dan
pengen mencari teman dengan bersosialisasi dengan orang sekitar di perantauan
itu. Namun, dalam suatu hari saat dia masuk dalam sebuah perkumpulan dia jadi
lemah, lemah dalam arti karena nggak terlalu paham dengan bahasa dari
masyarakat itu, sehingga dia pun memaksakan untuk mengerti walaupun hanya alur
pembicaraannya aja. Karena kebiasaan berbahasa yang berbeda dari orang perantau
itu, kebiasaan saat di tempat lahir dalam menggunakan bahasa daerah tempat
lahir. Dan saat di perantauan, kebiasaa itu nggak cukup banyak yang
menggunakan. Jadi dari situ dia jadi minoritas, namun dengan itu muncul
keinginan buat belajar menyesuaikan dengan keadaan yang sekarang.
Terkadang kita masih memikirkan
untuk tetap berada di zona aman, masih yang penting aman. Nah, karena hal itu
kadang membuat diri sendiri menjadi down dan nggak mau jujur, percaya diri
bahwa aku ini benar juga berkurang. Ikut suara terbanyak juga menjadi salah satu
yang terkadang jadi alesan buat tetap aman, padahal hal itu nggak sejalan ama
hati tapi tetap aja maksain buat “iya in”. Dan kalo lagi apes bisa-bisa malah
ikut salah karena ikut suara terbanyak.
0 komentar:
Posting Komentar