Satu kejadian, cukup satu
kejadian untuk mengingatkan pada seseorang yang entah itu berbuat baik ke kita
atau sebaliknya. Karna terbatasnya ingatan untuk menghapal setiap kata yang
terangkai menjadi nama panggilan setiap orang yang berbeda beda, jadi kadang
menjadi lupa saat ingin menyapa dan akhirnya di sapa duluan sama lawan bicara. Mungkin
juga selain suatu kejadian, bisa juga hafal wajah tapi tidak untuk nama.
Nah, semacam ini sering saya
rasakan saat berbagai teman kerja menyapa dan memanggil nama panggilan saya dan
bahkan sampai ada yang mengajak untuk ngobrol. Dan itu sering membuat saya
membatin “itu siapa ya? Kok tau nama saya?” – saya saja tidak tau itu siapa...
Sama halnya mengingat kejadian di
waktu lampau yang masih menyisakan inti dari kejadian itu, dan teringat kembali
di momen seperti ini (bulan puasa). Sebagai kegiatan untuk menambah ilmu tentang
agama, biasanya orang tua mendaftarkan anak – anaknya ke TPA terdekat untuk
belajar mengaji sejak dini. Ya, mumpung belum banyak kegiatan yang menyita
waktu kecil selain hanya sekolah dan bermain kesana kesini nggak karuan. Yang menjadi
imajinasi saya itu bakalan bepergian sama temen teman naik sepeda gowes ke
pondok, menghabiskan waktu siang menjelang sore hingga bahkan sampai malam
tiba. Dan waktu waktu itu nggak kerasa cepet banget, baru juga berangkat dengan
tenaga yang masih full ku kayuh sepeda ontel jadul berbentuk jengki itu dengan
cepat cepat karena waktu masuk pelajaran yang mepet, karena kadang harus lama
menunggu temen temen lain pada siap siap. Intinya biar berangkatnya bisa bareng
bareng, kalo di hukum karena telat kan juga bareng.
Jam masuk pelajaran sudah tiba
dan tinggal menunggu ustadznya datang untuk mengajar, dan waktu satu jam
selesai setelahnya istirahat untuk sholat dan dilanjutkan lagi satu jam setelah
istirahat. Jadi kurang lebih memakan waktu 2 jam di pertengahan sore hari,
bahkan bisa sampai 1 jam lebih nya untuk ngobrol tentang apapun (kalo nggak
buru buru pulang). Hingga sampai sore tiba dan di perjalanan nggak sekuat
kayuhan di banding waktu berangkat, lebih santai dan menikmati perjalanan
sambil ngobrol kanan kiri. Hingga akhirnya melirik ada sebuah kebun yang
ditanami buah sawo, berjejer sekitar 3 pohon sawo yang siap berbuah dan di
musim itu lagi musim nya sawo berbuah. Karena sudah sering lalu lalang lewat
jalur desa itu dan juga dengan kepolosan anak kecil, memberanikan diri walau
dengan takut takut untuk menemui pemilik kebun dan meminta ijin untuk memetik
buah sawo untuk dijadikan sebagai takjil berbuka puasa. Karena saking banyaknya
pohon itu berbuah, sang pemilik pun nggak pikir panjang untuk mengijinkan kami
mengambil buah sawo itu.
Rejeki anak sholeh.
Dan dengan satu kejadian itu, sampai sekarang saat melintasi jalan desa itu dan masih ada bentang tanah kosong (belum di bangun rumah) masih ada ingatan soal waktu lampau gowes ontel bersama teman teman sambil ketawa ketawa dan seakan bercanda dalam perjalanan.