Kamis, 24 Agustus 2017

Seklumit Cirebon

Merantau, bukan lagi hal yang luar biasa untuk jaman sekarang, malah terkadang banyak yang berpikir malah keinginan untuk merantau sudah menggebu-gebu. Terlihat dari data statistik untuk setiap tahunnya dalam musim setelah lebaran yang menunjukkan peningkatan jumlah penduduk di kota-kota besar dan menurunnya jumlah penduduk di desa-desa. Hal ini berarti menunjukkan penduduk desa cenderung ingin merantau untuk memperbaiki ‘kehidupan’ mereka. Sama hal nya saya juga yang nggak bisa lepas dari istilah merantau, karena dalam kurun waktu 5 tahun sudah pindah ke 2 kota. Jadi merantau untuk jaman sekarang itu sudah biasa.

Nah, merantau tentu saja menjadi hal yang baru untuk tempat baru. Baik itu diri sendiri, tempat tinggal, dan tentu saja lingkungan yang berbeda dibandingkan dengan waktu masih di desa. Seperti pepatah bilang “kalo mau ngerasa nyaman sama lingkungan, maka dekatilah lingkungan itu sendiri” (pepatah sendiri). Jadi istilah nya ialah kalo mau survive/bertahan mau nggak mau harus beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Cirebon. Kota kedua saya destinasi merantau dalam 5 tahun terakhir, karena memang kerja saya disitu jadi pasti saya akan tinggal di situ. Cirebon, kota yang sering di sebut dengan kota udang, ada juga disebut kota wali. Nah, karena baru di kota ini dan juga belum tau persis apa maksud dari sebutan kota itu. Tapi yang saya tau untuk sebutan Kota Wali itu karena di kota ini terdapat salah satu makam wali songo yaitu makam Sunan Gunung Jati. Kalo untuk sebutan kota Udang, saya nggak tau persis history nya. Karena saya nggak mau sok tau jadi mending saya tidak bahas disini.

Kembali ke kata pepatah diatas, “…dekatilah lingkungan” nah dari situ kan secara tersirat untuk bisa beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan, mulai dari lingkungan tempat tinggal, tempat kerja sampe ke destinasi destinasi wisata yang ada di kota ini. Bisa mulai dengan tempat wisata, wisata kuliner yang khas di Cirebon. Nah, dari situ sedikit sedikit mulai melebarkan sayap untuk hunting ke tempat wisata dan kulinernya.

Sekitar seminggu lalu saya sempatkan diri untuk mengobati penasaran saya untuk menyambangi tempat wisata yang satu ini. Wisata Pantai Kejawanan. Iya, satu satunya pantai yang ada di Kota Cirebon (setau saya) yang banyak info dari temen kalo pantai ini kurang bagus untuk di jadikan destinasi. Tapi ada juga yang meyangkut pautkan dengan mitos mitos nya. Karena penasaran pengen kesana, akhirnya kesampean juga untuk pergi kesana karena tertarik untuk menikmati golden time sunset. Karena setelah cari-cari info tentang tempat itu, emang banyak yang merekomendasikan pas waktu terbenamnya matahari, karena menikmati udara di pantai itu enaknya di pagi hari atau sore hari (sunrise/sunset) dan semilir angin pantai berhembus begitu sejuk. Karena nggak mungkin pagi hari, jadi saya kesana pada sore hari saat udara nggak terlalu panas dengan sinar matahari dan menikmati sore hari di pantai. Untuk khasnya pantai Kejawanan ini nggak terlalu jauh beda dengan pantai pantai pada umumnya yang menghadirkan pasir pantai yang lembut tapi berwarna hitam, dan ada begitu banyak perahu yang berlabuh dan dapat dilihat di sekeliling pantai mulai dari kapal pengangkut material, perahu nelayan, perahu polisi pantai (mungkin), perahu emergency dan perahu karet yang bisa disewa oleh pengunjung yang ingin sedikit bermain air di pantai itu. Oh iya, perahu nelayan juga bisa di sewa untuk kita yang ingin berkeliling disekitar pantai dengan sedikit agak ke tengah laut dengan uang sewa yang terbilang murah, 5 ribu rupiah.
Dokumentasi Pribadi salah satu perahu masyarakat sekitar

Nah, setelah memakan waktu kurang lebih sejam perjalanan, akhirnya saya sampai di tempat tujuan yang ternyata masih cukup tinggi matahari di ufuk barat dan paling tidak harus menunggu sampai kurang lebih sejam lagi hingga akhirnya saya ngerasa cukup untuk menikmati sunset di pantai itu. Saya disana nggak terjun ke pantainya untuk menikmati pasir pantai karena kondisi saat itu laut lagi pasang, jadi oleh orang sekitar sering disebut banjir. Dan uniknya lagi dari pantai ini, ada bentangan jalan batu yang membentang sampai agak ke tengah laut. Tapi iya itu karena pas hari itu lagi pasang, jadi untuk jalan bebatuan itu agak sedikit terendam air laut tapi masih dibisa diakses. Hati hati saat melangkah, karena itu jalan batu dan kena air jadi agak licin untuk di pijak. Nggak banyak saya mengambil photo untuk sunset nya, tapi cukup diam sejenak menikmati udara semilir, memanjakan mata dengan melihat segala bentuk nikmat-Nya dan mengucap syukur atas apa yang telah saya terima saat itu atau hal yang telah lalu.
Dokumentasi Pribadi bentangan jalan batu

Setelah satu jam saya disitu, saya putuskan untuk beranjak pulang karena saya nggak mau kalo nanti menjelang maghrib masih di dalam perjalanan. Perjalanan pulang nggak selama saat berangkat, mungkin karena sudah mulai terbiasa dan hafal jalan menuju pulang dan ternyata memang pas pulang itu nggak sampe sejam perjalanan. 

Beberapa hasil jepretan pas sunset :)




Sekian.

Share:

Minggu, 20 Agustus 2017

Semarang *lagi

 Dokumentasi Pribadi Umbul Sidomukti

Setelah menyambangi ibukota jawa tengah di bagian kotanya, dan ternyata emang masih penasaran untuk kembali lagi menyambangi kota itu tapi untuk bagian agak jauh dari kota nya. Entah kenapa masih penasaran sama kota itu, sampai sampai senior saya bertanya “ngapain lagi ke semarang? Seneng amat kayaknya”. Mungkin emang seneng, sekalian searah sama pulang kampung, kan nggak ada salahnya mampir semalam dan main seharian sebelum pulang (menurut saya) tapi mungkin emang ada faktor lain yang mengapa saya ingin pergi ke sana. Okelah, nggak usah dibahas sampai panjang lebar, cukup segitu saja dan langsung to the point.

Nah, keinginan untuk menapaki kota semarang yang begitu banyak tempat tempat wisata yang bagus buat dikunjungi, rasa penasaran saya bukan lagi pergi pergi ke bagian kota nya, melainkan ke kabupaten Semarang nya yang denger denger nggak kalah bagusnya wisata di sana. Jadwal keberangkatan dari cirebon tetep sama dengan jadwal sebelumnya, berangkat siang dan langsung mencari beberapa tempat yang bisa buat menginap semalam. Baru keesokan harinya pergi ke tempat tujuan. Karena ada rencana pulang Sukoharjo, jadi nggak usah terlalu lama saya bermain main di Semarang, cukup untuk di tempat yang membuat saya penasaran itu.

Hal ini entah kebetulan atau nggak dengan rencana saya buat main kembali ke semarang. Saya dapat kenalan orang asli semarang, dan setelah kontak kontakan dengan doi dan sedikit bahas tempat yang rencana saya datangi itu, dan doi bilang untuk akses nggak terlalu jauh sama tempatnya. Yaudah, makin mendekati hari H saya pergi, saya intens kontak dia untuk info rencana saya ke dia dan dia memang pada hari itu juga lagi nggak ada kegiatan alias ada waktu luang yang nantinya saya minta bantuan ke doi buat jadi ‘guide’ tour selama saya kesana. Dan doi juga nggak keberatan, itu yang menjadikan saya semakin yakin kalo rencana saya pergi kesana terlaksana.

Umbul Sidomukti. Iya tempat wisata itu yang menjadi tujuan saya pergi ke Kabupaten Semarang. Tempat dengan nuansa alam yang berada di dataran tinggi dan pasti jauh dari padetnya kota Semarang. Nuansa alam yang sejuk, bahkan hawa cukup dingin di siang bolong, benar benar membuat mata saya begitu lama untuk berkedip, dengan hati mengucapkan syukur entah untuk keberapa kalinya. Memanjakan mata yang nantinya menjadikan sebuah memori dalam otak saya yang telah di desain oleh-Nya begitu besar ukuran nya, bergiga giga atau bahkan ber tera tera kapasitasnya.

Tak lepas dari para squad (4 orang) UND*P yang bersedia untuk meluangkan waktunya hanya untuk menjadi ‘guide’ temen main ke sana walau kenyataanya cuman ber3 dan yang satu lagi ada kegiatan yang membuatnya tidak bisa gabung dengan saya dan yang lain. Tapi bukan menjadi halangan bagi yang lainnya untuk tetap mendukung saya dan bergabung bersama sama main ke umbul. Awalnya memang seperti ada kendala dari si dia karena mungkin di waktu lalu mereka sudah pernah kesana dan memang akses nya cukup sulit (jalan menanjak) tapi karena niat mereka untuk bersedia saya ajak main ke situ jadi mereka berusaha untuk tetap pergi kesana. Saya ucapkan terimakasih buat semuanya, nggak ada kata lain selain kata itu dan permohonan maaf saya yang mungkin sedikit ‘memaksa’ kalian untuk tetap pergi ke umbul.

Akses dari Tembalang menuju kesana, kami putuskan untuk menggunakan kendaraan pribadi (motor). Dengan menempuh kurang lebih 1 jam perjalanan hingga akhirnya sampai ditempat Umbul Sidomukti. Karena waktu berangkat yang terbilang agak siang (jam 11 siang) jadi ditambah satu jam perjalanan tepat di siang bolong (waktu Ungaran). Tapi seperti saya singgung diatas, suasana disana itu hawanya nggak kayak siang bolong, itu karena udaranya memang dingin, sejuk. Setelah membayar tiket masuk dan berjalan beberapa anak tangga turun hingga sampai di spot yang memang orang rame disitu. Sambil berjalan dan sedikit memandang mandang sekitar, kami putuskan untuk istirahat sejenak di gazebo (tempat teduh) untuk mengurangi dan melupakan gimana rasanya perjalanan ke tempat ini. Sembari istirahat, dan sedikit ngobrol kesana kemari hingga nggak tau apa yang dibahas dalam obrolan itu, kami pun putuskan untuk mulai memanjakan lebih lama di spot yang telah tersedia. Dan tentu saja mengabadikannya dalam sebuah jepretan kamera yang nantinya menjadi kenangan, cerita, sekaligus bukti kalo kita sudah pernah kesana. Nggak lama-lama kami memanjakan mata disitu, karena salah satu dari kita ada acara di jam 4 sore dan mengharuskan kita untuk turun dan melanjutkan perjalanan kembali ke Tembalang. Sambil menaiki anak tangga yang sekarang jadi tanjakan, kami putuskan untuk mampir dan mengisi perut kita masing masing.

Setelah cukup banyak berkurang kampas rem gegara jalannya yang turunan, kami pun mampir di sebuah warung bakso yang menurut doi cukup enak disitu. Warung Bakso Pak Mitro. Iya warung bakso itu menjadi tujuan kita makan siang dengan menu yang tentunya Bakso. Setelah beberapa menit mengunyah dan menyeruput es teh manis kami langsung melanjutkan perjalanan menuju Tembalang. Dalam perjalanan saya dikasih tau untuk menemani saya menunggu jadwal kereta yang masih cukup lama (jam 10 malam) para squad itu mengajak saya untuk pergi ke tempat yang ternyata menjadi desitinasi saya kalo main ke Semarang. Puri Maerokoco. Iya, tempat itu juga salah satu tempat yang cukup populer di Semarang dan timing kesana itu pas banget menjelang matahari terbenam. Sunset. Iya, momentum yang memang pas untuk mengakhiri perjalanan di tempat yang bagus untuk menikmati sunset (tapi sayang agak sedikit mendung).

Puri Maerokoco, tempat wisata yang didalamnya ada beberapa spot yang dinamakan Taman Mini Jateng yang dimana taman itu di persembahkan tempat beberapa kabupaten/kota yang ada di Jawa Tengah dan tentunya dengan icon icon tiap tempatnya. Mulai dari kabupaten/kota yang paling dekat dengan perbatasan Jatim-Jateng yaitu Karanganyar, hingga kabupaten/kota yang dekat dengan perbatasan Jateng-Jabar yaitu Tegal-Brebes. Maerokoco itu sendiri ialah taman air yang disekelilingnya ada tumbuhan bakau yang dikelola oleh pihak setempat hingga menjadikan sebuah Tempat Wisata. Berdiam diri sambil ngobrol ngalor ngidul sampe akhirnya matahari terbenam, nggak kerasa sudah malam mulai menyambut. Setelah menunaikan kewajiban, dilanjutkan lagi jalan jalan di kawasan taman mini jateng karena doi penasaran banget tempatnya nggak ada di situ. Tapi setelah dicari cari akhirnya ketemu juga tempat itu dan doi akhirnya seneng juga, tadinya mau protes kalo tempatnya nggak ada (aneh aneh aja nih orang). Karena dirasa sudah ketemu, akhirnya kita memutuskan untuk memulai perjalanan pulang. Baru mau keluar gerbang utama, ternyata memang ada spot yang bertuliskan Kabupaten Sukoharjo dengan simbol rumah joglo dan tentu saja Patung Jamu icon nya Kabupaten Sukoharjo. Sempat berhenti dan terdiam sejenak memandang tempat itu. Tapi setelah dirasa cukup, kita pun melanjutkan perjalanan pulang.
Dokumentasi Pribadi Puri Maerokoco


Kurang lebih 45 menit dari Puri Maerokoco, kita sampai di Stasiun Kereta Semarang Tawang yang nantinya saya sendiri melanjutkan perjalanan pulang menggunakan kereta api (tentu saja). Istirahat sejenak, dan akhirnya para squad UND*P itu pamit untuk pulang juga. Nggak ada kata selain terimakasih yang bisa saya sampaikan ke mereka atas waktunya, meluangkan waktu di saat saat lagi ‘mulai sibuk’ dan mohon maaf kalo ‘agak’ memaksa. Sampai ketemu di lain kesempatan. Terimakasih.
Share:

About Me

Seorang Mahasiswa Teknik Kimia, suka hal hal simple, minimalis, seorang plegmatis.

Terbaru

Popular Posts

Arsip

Diberdayakan oleh Blogger.