Kamis, 22 Agustus 2013

Nostalgia

Suatu tempat memiliki hal tersendiri yang bisa mengingatkan seseorang pada tempat tersebut. Seperti kampong halaman, termpat bersejarah, objek wisata yang berkesan. Dan tempat-tempat tersebut menjadi angan-angan yang terus ada di dalam pikiran , dan mungkin suatu hari ia memiliki keinginan untuk mengunjunginya lagi walaupun pernah ia kunjungi.
Kampong halaman, tempat dimana saya terlahir di situ, hidup selama kurang lebih 18 tahun. Nah, berarti saya adalah salah satu orang perantauan yang sekarang hidup di kota hujan ini. Sebenarnya sih tak selama saat hidup di kampong, bisa dibilang baru lah saya menginjakkan kaki saya di kota ini. masalah kenapa milih kota hujan ini dulunya pas saya pergi merantau pertama kali hanyalah karena alasan keluarga sebagian besar di sini. So, sekarang mulai hidup di sini. Saat pertama kali lulus sekolah di jawa, memang saya berniat untuk langsung mencari kerja di kota. Jadi langsung aja gitu berangkat ke sini. Sampai disini yaaa….namanya juga mau cari kerja jadi langsung kirim lamaran kesana-sini cari pabrik sana-sini. Mencari kerja tak semudah apa yang di bayangkan, apalagi cuma lulusan sekolah menengah, ya tidak menuntut kemungkinan langsung mendapatkan kerja. Di saat seperti itu, saya mulai berfikiran untuk pulang lagi ke kampong. Karena di kota saya baru, jadi belum mendapatkan teman untuk kesehariannya dan teman saya di kampong semua. Serasa mulai tak nyaman dan kangen ama kampong halaman. Tapi itu pikiran itu semua terpupuskan oleh kabar yang cukup mengegembirakan, yakni di terima di sebuah pabrik. Dan mulai menjalani kehidupan di kota yang masih terasa asing bagi saya. Hari berganti minggu, minggu berganti bulan dan seterusnya hingga bulan berganti tahun saya berusaha menjalaninya.
Dan dunia kerja pun saya rasakan selama 1 tahun. Di saat saya kerja, merasakan bagaimana mencari kebutuhan sendiri, muncul sebuah pemikiran yang sangat saya idam-idamkan yakni pengen melanjutkan sekolah. Dan saya tak ingin hanya sekedar lulusan menengah saja. Saya mulai mencari-cari tempat perkuliahan dekat-dekat tempat kerja agar nantinya saya mampu membagi waktu untuk kedua aktivitas saya ini. Dan hal itu pun Alhamdulillah tercapai, terpenuhi. Kembali muncul pemikiran lagi, berarti saya harus memulai lagi menyesuaikan dengan keadaan tempat kuliah.

Nah, pas moment lebaran tiap tahunnya. Sebagai orang perantauan pasti menginginkan mudik ke kampong halaman dan hal itu saya rasakan juga. Sekali dua kali mudik tak begitu berat rasanya, soalnya pengen banget lihat lagi kampong halaman. Dan setiap tahunnya saya mudik terus, hingga saat ini dan tahun ini mudik saya yang terakhir untuk saat ini. setiap moment mudik, rasa-rasanya ada enak dan nggak enaknya. Dan untuk mudik kemarin itu adalah moment mudik yang terasa beda dari mudik-mudik yang pernah saya rasakan. Mungkin karena saat ini saya telah mendapatkan teman-teman yang lebih banyak dari sebelumnya, sudah mampu menyesuaikan lagi dengan keadaan. Tapi ya gitu tak kan ada yang menggantikan moment lebaran selain bersama keluarga.


Share:

Senin, 19 Agustus 2013

Minggu, 11 Agustus 2013

Ilmu Masyarakat : Kebodohan Attitude



Tatkala sebuah kata idealisme, perfection, konsekuen, sinkron antara mulut dan perilaku. Seperti ingin menang sendiri, egois, hingga menjadi sosok yang menjadikan hati dan pikiran seperti batu. Semua itu hanya dari diri manusia yang selalu menginginkan sebuah kata ‘sempurna’. Benar kata manusia adalah makhluk yang paling sempurna diantara makhluk lain, akan tetapi benar pula dengan tidak ada yang sempurna di dunia ini, kesempurnaan hanya milik-Nya. Mungkin bukan dalam hal kesempurnaan, melainkan berbuat yang lebih baik. Dalam hal ini kewajaran lah yang berbicara, tergantung dari para penanggap, penerima. Ada pengirim ada juga penerima. Pengirim disini, pemberi masukan, anggapan, pendapat. Dan penerima yakni yang menerima dari si pengirim, dan di situ terjadi saling komunikasi antara si pengirim dan penerima.
Masyarakat, dunia  luar. Dalam hal kecil pun kita saling komunikasi, sebelum masuk ke dalam dunia masyarakat, komunikasi awal di mulai dari keluarga. Keluarga adalah objek pembelajaran tahap awal. Setiap keluarga memiliki norma-norma. Norma yang menjadi modal untuk terjun masuk ke dalam dunia luar. Masyarakat, dunia pendidikan hingga di manapun ia menimba ilmu. Begitu beragamnya objek pembelajaran, namun tak semua memiliki kesamaan dalam norma-normanya. Pembelajaran, inti dari kata itu kita perlu semua dengan kita belajar. Belajar dari apapun yang menjadi fasilitas pembelajaran. Masyarakat, pembelajaran setelah keluarga. Tahap peningkatan dari segi leadership, knowledge, attitude. Jiwa kepemimpinan, terjun menjadi pemimpin, mulai dari memimpin diri sendiri hingga memimpin masyarakat sekitar. Pengetahuan, pengetahuan yang tak terbatas, dari segi manapun, melebihi dari yang di dapat dalam pendidikan. Perilaku, tingkah laku menjadi gambaran yang nyata dari penerimaan pengetahuan. Hal mempraktikkan apa yang telah didapat.
Kepemimpinan, pengetahuan dan perilaku merupakan hal pokok yang paling mendasar dari pembelajaran. Setiap pembelajaran memiliki inti dari ketiganya. Mengenai ilmu kemasyarakatan yang kita dapatkan setelah keluarga. Lebih mengenal banyak orang dengan latar belakang yang berbeda-beda lagi, sifat, watak, tingkah laku. Nah, ini dia pokok dari sebuah ilmu, lingkungan masyarakat adalah tempat mendapatkan, menerima, dan juga memberikan, menerapkan, mengaplikasikan apa yang telah di dapatkan. Tingkatan yang kedua, bertambah lagi dengan penyesuaian diri dengan lingkungan yang lebih besar, lebih beragam.
Dibandingkan dengan keluarga, masyarakat lebih menuju ke arah kata sepakat, musyawarah, kepentingan bersama. Jadi, dalam masyarakat semua aspek akan tercapai dengan adanya sebuah kata sepakat, bukan mementingkan kepentingan pribadi seseorang. Pengajaran didalam masyarakat tidak selalu dengan cara mengajarkan secara langsung, tetapi dari setiap orang yang terjun ke dalam masyarakat, maka ia harus mampu berfikir bagaimana membuat dirinya sendiri merasa nyaman. Karena di dalam masyarakat tak ada yang menyebut sebagai guru yang selalu memberikan pengajaran kepada orang-orang. Dengan di bekali dari keluarga, mungkin juga di dalam dunia pendidikan, maka di masyarakatlah tempat paling tepat untuk menyalurkannya, mengaplikasikannya dengan harapan kelak mendapatkan hal lebih yang mampu bermanfaat dalam hidup.

Dalam masyarakat, norma-norma maupun aturannya pun berbeda di bandingkan dengan keluarga atau dunia pendidikan. Norma  ini lebih mengarah kepada kesusilaan, nilai sosial, tata krama. Dengan sistem pengajaran yang seperti tak ada guru, yang mungkin di sebut saling berbagi, sharing, bertukar pendapat. Hal itu yang seolah-olah menuntut seseorang yang terjun kedalam masyarakat untuk berfikir lebih untuk mendapatkan hal yang lebih pula. Masyarakat pula adalah tempat penyaluran bakat, dengan saling bersosialisasi dengan banyak orang. Dan dengan cara tersebut mampu memberikan minat untuk menemukan bakat yang ada pada dirinya. 
Share:

Sabtu, 03 Agustus 2013

belum ada judul

Ada alasan dari setiap apa yang telah dilakukan. Ada konsekuensi dari setiap perbuatan yang disertai dengan tanggung jawab. Tanggung jawab yang pasti akan datang sebagai buah hasil dari perbuatan. Dan itu berputar seperti halnya sebuah lingkaran, ia akan kembali ketempat ia berasal. Adalakanya kita ingin memunculkan hal yang baru hanya kita inginkan hal yang nantinya dapat berbuah yang sesuai dengan apa yang diharapkan. Harapan akan muncul sebanding dengan apa yang dilakukan, hal itu adalah pasti. Menyinggung akan hal tersebut, ada secarik cerita. Cerita yang bermula dari diri sendiri, mungkin pengalaman atau hanya sebuah cerita belaka. Sebuah masalah yang datang, masalah yang mungkin bisa dibilang kecil atau hanya sebagai bahan omongan. Akan tetapi hal itu malah menjadikan sebuah masalah yang makin kompleks, karena saya sendiri yang beranggapan dan menge-just diri sendiri bahwa masalah tersebut berasal dari saya pribadi yang belum bisa menerima sebuah kenyataannya. Dengan adanya hal seperti itu, saya mulai sadar dan berharap mampu segera menyelesaikannya agar tidak terjadi masalah yang lebih kompleks. Harapan seperti halnya sebuah planning yang sudah tertata rapi. Dan pada kenyataannya malah sebaliknya, hal itu menjadikan sebuah keputusan yang lagi-lagi saya harus menerimanya.

Apakah beranggapan bahwasanya saya itu kurang paham, kurang mengerti, kurang peka akan lingkungan itu hal yang wajar atau tidak?karena setelah saya cerna ternyata itu semua kenyataan, bukan hanya omongan belaka. Hal yang baru membuatku sadar akan hal itu selama ini melekat pada diri sendiri yang mungkin tak pernah terpikirkan sedikitpun. Sadar akan manusia tak ada yang sempurna, tak ada yang selalu berbuat benar dan tak melakukan sebuah kesalahan. Akankah kesalahan yang wajar mampu untuk dimaafkan? Terasa masih perlu bahkan terus melakukan permohonan maaf kepada orang lain.

Mulai,mulai,mulai deh. Koment teman saya disaat saya berkata demikian. Ga tau apa maksudnya, tapi sepertinya apabila berkata demikian itu bertentangan atau mungkin tidak baik. ahSudahlah……… 
Share:

About Me

Seorang Mahasiswa Teknik Kimia, suka hal hal simple, minimalis, seorang plegmatis.

Terbaru

Popular Posts

Arsip

Diberdayakan oleh Blogger.