Sabtu, 23 September 2017

Sabtu eui

Sabtu minggu kemarin itu rasanya beda kalo dibandingkan dengan weekend lain (tentu saja sebelumnya). Karena biasanya di hari libur weekend pasti ada salah satu hari yang bakalan dapat jatah piket jaga pabrik. Jadi seakan akan sudah nggak ngerasa lagi kalo hari libur lagi. Entah sabtu atau minggu pasti ada jatah piket jaga pabrik. Menurut saya, kalo piket di hari sabtu itu lebih enak dibandingkan dengan hari minggu. Karena kan hari jumatnya masih masuk kerja, dan kalo sabtu masuk kan nggak ke potong libur dulu jadi masih terbiasa masuk kerja. Beda kalo jatah piket hari minggu, karena udah keselingan satu hari jadi rasanya agak gimana gitu kalo masuk lagi setelah keselingan hari libur. Tapi setelah saya cerita ke temen, menurut dia malah enakan hari minggu masuk dibandingkan hari sabtu, soalnya untuk persiapan dan bahan untuk meeting di hari keesokan harinya. Ya, itu lah pendapat masing-masing, bisa di bilang bagus ya untuk beberapa orang saja, begitu juga dengan sebaliknya.

Betewe, agak menyimpang dari topik yang saya mau tulis. Tapi nggak apa apa, untuk nostalgia saja. So, lanjut aja dulu. Weekend kemarin itu bedanya sama weekend sebelumnya itu karena cuman ada acara di bogor (nikahan temen kuliah) *trus saya kapan nikah? *baper. Halah, jadi ngelantur kemana mana kan. Okelah, dilanjut lagi aja. Iya, jadi sabtu kemarin itu ada acara nikahan temen dan saya sengaja menyempatkan diri untuk menghadiri undangannya, lagian nggak bentrok juga sama jadwal weekend minggu itu. Nah, untuk perjalanan saya berangkat menggunakan angkutan kereta api yang jadwalnya sudah pasti tapi harus muter-muter ke Jakarta dulu baru transit ke bogor. Sebenarnya ada sih bus yang langsung ke bogor, tapi pengalaman sebelumnya malah sampe bogor itu siang. Kan niatnya mau liat pas akadnya dan jadwal akad itu jam 10 an. Kalo ikut  pengalaman yang naik bus baru nyampe bogor jam ½ 11 an, pasti kan telat. Dan sekarang saya coba naik kereta yang jadwalnya pagi tapi apalah daya saya seorang penumpang. Keretanya nggak telat, cuman perjalanan pake taksi nya yang macet di jalan tol. Huft. Kebayang kan kalo naik bus, dan ternyata jalan tol nya juga macet. Pas berangkat menuju bogor itu rasanya nggak ada greget greget nya, main kesana ya main aja toh pas libur ini. Tapi beda pas pulang dari bogor.


Nah, pas balik cirebon, masih sama menggunakan angkutan umum kereta api dari St. Gambir – St. Cirebon. Balik dari bogor sengaja ambil jadwal kereta yang pagi hari (jam 9) biar nggak terlalu malam sampe cirebonnya, lagian paman ternyata juga ada acara hari minggu paginya. So, nggak lama lama juga saya nginepnya. Dari bogor nyambung kereta dari commuter line ke St. Gambir. Di St. Gambir pas keretanya baru nyampe dan langsung berangkat jam 9 itu, lihat nomer duduk dan tinggal nikmatin aja perjalanan balik. Baru sadar kalo ternyata pilih nomernya salah, jadi aja bertolak belakang dengan laju kereta alias keretanya jalan mundur. Nah, tapi anehnya nggak kerasa puyeng (biasanya kalo berlawanan arah itu kadang bikin puyeng). Selagi coba nikmatin perjalanan pulang, eh di kereta di putarin lagunya nidji yang jadi sountrack film 5cm. Jadi ke inget adegan adegan yang pas lagu itu diputar. Dan jadi serasa ikut dalam pemutaran film nya, cuman yang membedakan suasana kereta di film itu diambil pemandangan luarnya bentangan berhektar hektar tumbuhan (sawah), tapi kalo saya pemandangan tingginya gedung gedung di Jakarta. “Negeri ini indah Tuhan, bantu kami menjaganya” kata Zafran – Kutipan dialog film 5cm. 
Share:

Senin, 18 September 2017

Cung - Nok nya Cirebon

Masih membahas sedikit tentang kota Udang. Jika sebelumnya saya bahas wisata alam dan kulinernya, maka bahasan saya kali ini agak berbeda yaitu tentang budaya masyarakatnya. Panggilan orang, umumnya berbeda di tiap daerahnya, kebanyakan dengan menggunakan singkatan biar lebih gampang untuk memanggilnya, kalo dari daerah saya (jawa) itu panggilan untuk anak laki-laki biasanya di panggil dengan ‘le’ dan untuk perempuannya dengan ‘nduk’. Hal ini tentu saja berbeda di tiap daerahnya. Begitu juga untuk Cirebon yang saat ini sedang saya tempatin. Langsung saja kalo gitu.

Cung. Iya, saat mendengar kata itu yang terbayang di pikiran saya itu singkatan dari kata mancung. Karena saat saya mendengar ini dari bibi saya yang memanggil anaknya dengan panggilan itu. Dan saudara saya ini emang hidungnya mancung, jadi di pikiran saya ya itu mungkin panggilan unik dari ibu ke anaknya. Tapi setelah mendengar orang lain yang hendak memanggil anak laki-laki juga menggunakan panggilan itu. Dan ternyata bayangan saya akan kata ‘cung’ itu bukanlah berasal dari mancung, melainkan kacung. Malah tambah aneh saya mendengarnya, karena kata kacung itu kan ibarat pembantu *maaf, jadi masa iya seperti itu. Tapi memang seperti itu panggilan untuk anak laki-laki di Cirebon, kebayangkan kalo nggak disingkat, terlalu mainstream manggil orang dengan full kata kacung. Jadi paling diambil akhiran saja jadi tinggal ‘cung’nya saja. Contoh kalimat pake bahasa cirebon, cung, arep meng endi cung? artinya itu nak, mau kemana nak?

Nok. Nah, yang diatas itu panggilan untuk anak laki-laki. Untuk anak perempuan tentu saja ada. Panggilannya itu ‘nok’ singkatnya. Nok itu singkatan dari denok untuk panggilan anak perempuan. Jadi kalo ada anak perempuan disini kalo dipanggil biasanya dengan kata nok, kalo tidak dipanggil dengan namanya.

Tapi memang betul seperti itu, dan setelah saya konfirmasi ke temen yang asli Cirebon ternyata memang betul untuk panggilan laki-laki itu cung (kacung) dan perempuan itu nok (denok). Ya, untuk memperjelas aja sih, takutnya saya saja yang seperti ‘sok tau’ gitu, jadi nggak ada salahnya dikonfirmasi.


Saya pikir panggilan itu bakalan sama dengan kalo pas lagi di daerah sunda, yang bisa dipanggil ujang dan teteh (kalo nggak salah) kan Cirebon masuk ke provinsi jawa barat, jadi pikir saya menganut Bahasa sunda juga. Tapi Cirebon itu agak unik memang, karena di perbatasan Jawa Tengah – Barat jadi disini ada 2 bahasa, bisa Bahasa jawa, bisa juga sunda dan 1 bahasa daerah yang cuman ada di Cirebon (setau saya) yaitu Bahasa Cirebon itu sendiri. Hampir mirip dengan Bahasa jawa, tapi tidak sepenuhnya sama persis ada beberapa yang beda. Dan kalo saya dengar perbincangan dengan orang asli Cirebon itu kadang saya bingung untuk nangkep pembicaraannya, karena memang kosa kata nya yang berbeda. Kalo untuk logat seperti logat orang jawa, hanya kosa kata yang berbeda. Dan pas iseng nanya ke temen itu pas sekolah ada pelajaran muatan lokal yang disitu diajarin Bahasa daerah yakni jawa dan sunda. Mungkin karena diperbatasan ya, jadi pelajaran Bahasa daerah juga ada dua. Mantap.
Share:

Jumat, 08 September 2017

Mie Koclok - Cirebon

Kuliner, proses olahan berupa makanan yang sering menjadi target kalo pas lagi liburan/berwisata di kota/daerah tertentu, bisa juga menjadi ciri khas dari kota tersebut. Karena tiap kota/daerah itu punya beberapa olahan makanan yang memang hanya di produksi di daerah itu saja sampai akhirnya menjadi makanan khas daerah. Salah satu kota dengan kuliner yang akan saya tulis disini ialah kota Cirebon. Kota Udang, kota Wali. Karena saya tinggal di kota ini alangkah baiknya juga mulai merasakan apa saja yang menjadi khas kota udang ini.

Cirebon, salah satu kota/kabupaten yang menjadi perbatasan Jawa Tengah – Jawa Barat yang tentu saja punya berbagai macam wisata alam maupun kulinernya. Kalo search dengan kata kunci kuliner cirebon akan muncul berbagai macam olahan makanan yang bisa menjadi target wisata kuliner. Saya nggak akan bahas semua jenis makanan yang ada di cirebon ini, hanya beberapa saja yang mungkin hanya dapat di cari di Kota Udang ini.

Mie Koclok. Salah satu makanan khas dari kota ini. Iya, kalo kita search dengan kata kunci itu akan muncul berbagai tulisan dan gambar tentang mie yang satu ini. Setelah tinggal cukup lama disini dan beberapa hunting tempat wisata, kurang lengkap kalo belum ngerasain makanan khas nya. Tentu saja mie koclok salah satunya. Karena saya itu newbie di kota ini, jadi nggak ada salahnya kan untuk coba coba cari info dari yang asli sini atau yang sudah tinggal lebih lama dibanding saya. So, mencari informasi pun dimulai. Mulai dari pendekatan dengan orangnya, coba nanya apa saja yang khas di sini, dan beberapa rekomendasi yang menurutnya terbilang enak (makanan, tempat, akses, dan harga). Nah, setelah panjang lebar cerita dan dengerin tempat tempat kuliner yang recommended, akhirnya saya mulai buat planning kapan mau terjun dan berburu kuliner. Sebenarnya saya itu bukan orang yang hobi/seneng mencari wisata kuliner, karena mungkin dari ngerasain makanan itu nggak terlalu detail hingga akhirnya bisa sampai memberikan rekomendasi tempat ke orang lain. Hal itu juga terlihat dari postur tubuh saya yang nandain kalo bukan pemburu kuliner alias doyan makan. Tapi karena penasaran dan waktu nya pas ada di kota ini, kan nggak ada salahnya kalo ikut mencoba kuliner yang ada, dan nanti kalo ada temen main kesini setidaknya bisa ngasih tau kuliner khas kota Cirebon.

Nah, setelah beberapa topik perbincangan yang bahas kuliner yang satu ini, mulai dari yang aksesnya nggak terlalu jauh dari kosan, trus waktu tempat makan biasa buka jam berapa sampai jam berapa karena bisa memperkirakan dengan kegiatan sehari hari. Dan akhirnya mencapai puncak pembicaraan, dia pun rekomendasi untuk coba makan di daerah Plumbon, nggak terlalu jauh dari kosan saya di Palimanan. Dan sampai akhirnya saya mencoba untuk hunting ke lokasi. Waktu itu pas saya mencoba untuk hunting, pas hari libur dan waktu sudah menunjukkan sore hari karena waktu selepas sholat ashar dan menurut info dari obrolan sebelumnya, dengan waktu sore itu biasanya sudah habis alias warung nya sudah tutup. Tapi waktu pergi kesana itu nggak mikirin gimana kalo emang sudah habis. Kalo memang sudah habis yang tinggal pulang lagi dan cari waktu lain untuk kesana. Ya memang habis, tapi lontongnya aja yang habis, untuk menu mie koclok nya masih ada. Sip.

Mie koclok Pak Rasita, warung makan yang recommended dari temen saya. Mie dengan olahan dengan bentuk berupa mie (kayak mie ayam), irisan ayam, toge, irisan kol, telur rebus yang di iris pendek dan di siram dengan kaldu santan dan bubur beras. Siraman kaldu ini menambah cita rasa gurih di makanan. Waktu pertama cicipin makanan ini rasa gurih dari kaldunya kerasa banget, trus ditambah dengan suapan dari toge&kol makin sedap saja ini makanan. Saya pesan satu porsi dengan minuman es teh manis, biar kasih efek makcles alias meleleh di lidah saat nyeruput es teh manis nya. Iya, manis kayak kamu yang ada manis manis nya gitu.
Dokumentasi Pribadi Mie Koclok
Share:

About Me

Seorang Mahasiswa Teknik Kimia, suka hal hal simple, minimalis, seorang plegmatis.

Terbaru

Popular Posts

Arsip

Diberdayakan oleh Blogger.