Berawal dari penasaran pas
melintasi jalan Veteran – Sukoharjo ada tenda berwarna biru di pinggir jalan
dengan papan nama bertuliskan beberapa menu makanan & minuman yang
tersaji/dapat di pesan disitu, tulisan yang cukup besar berharap ada beberapa
pelintas yang sengaja berhenti dan memesan makanan. Bukan tempat bertenda yang
wah banget, hanya biasa saja seperti tenda tenda yang lain hanya saja menu
makanan yang di jual berbeda. Dan hanya sepintas saja saya melihatnya, tapi
terkadang yang sepintas itu bikin penasaran untuk mampir dan mencicipi.
Nasi goreng tiwul. Ya, tulisan
yang tertata rapi di sebelah kanan dan depan gerobak bapak penjualnya dan tak
luput juga tulisan menu yang lain, nasi goreng biasa, mie goreng, mie kuah dan
teh poci. Memang baru kedua kalinya saya melihat papan nama itu, karena memang
pas ada moment pulang kampung saja, dan kadang juga akses jalan pulang nggak
melulu lewat jalan veteran itu. Tapi malam itu saya minta ke adek untuk lewat
jalan tersebut karena memang niat saya pengen mencicipi nasi goreng tiwul dan
karena menu makan malam ibu di rumah sudah habis (jam 9 malam) jadi tak
putuskan untuk cari makan malam bareng adek di sana. Nah, ini yang menjadi
tantangan nya, karena hanya sepintas melihat jadi belum tau persis posisi tenda
itu. So, sedikit menahan laju motor agar sempat melihat spanduk berwarna hijau
itu.
Ambil sen kiri dan belok kiri,
langsung sampe. Mulai pesan makanan, sego
goreng tiwul e taksih, pak? – nasi goreng tiwul nya masih, pak? disaut oleh
bapaknya taksih, - masih. Pesen setunggal nggih pak, teng mriki mawon,
- pesan satu ya pak, makan disini saja. Nggih
mas, saut bapaknya – mang lenggah
riyen teng mriko – ya mas, saut bapaknya – silahkan duduk dulu disana (sambil
menunjuk tempat lesehan biasa para pelanggan menikmati makanan). Saat mau duduk
ada anaknya yang menanyakan/menawarkan untuk pesan minum apa, ngunjuk e nopo mas? – minumnya apa mas? Tawar
anak itu. Teh manis anget – teh manis
hangat jawabku. Selang beberapa menit minuman yang di pesan datang – sambil menunggu
bapaknya memasak nasi gorengnya. Teh poci, ya nggak tau kenapa yang datang
cangkir kecil dengan didalamnya ditaruh gula batu dan irisan jeruk nipis
disandingkan dengan sebuah teko kecil penuh air teh didalamnya – hangat. Ternyata
ini yang tertulis di spanduknya – tersedia teh poci. Saya kira akan sama
seperti tempat makan bertenda lain kalo teh hangat/es itu tetap segelas penuh
air teh yang mengebul ngebul uap di atas gelas, tapi disini ternyata beda, dan
sepertinya khusus untuk teh manis hangat saja yang disajikan seperti itu, karena
ada pembeli juga memesan es teh manis dan itu disajikan dengan gelas berukuran
300ml bukan cangkir dan teko.
Dari penampakan sego goreng tiwul ini seperti nasi
goreng biasa karena dimasak dengan digoreng jadi nasi tiwulnya ini nggak
keliatan bedanya dengan nasi putih. Tapi dari rasanya begitu terasa khasnya
nasi tiwul, dan bukan nasi putih. Dengan memesan tingkat pedas hanya sedang jadi
nggak terlalu pedas tapi juga sedikit bikin nyegrak,
mungkin dari penggunaan cabe rawitnya. Visual yang lain, nasi goreng tiwul
ini sedikit lebih kering jika dibandingkan dengan nasi goreng yang biasa saya
beli, sekering keringnya nasi goreng biasa ini cukup kering untuk ukuran nasi
goreng dan saya suka dengan itu. Rasa dari nasi goreng tiwul ini hilang
seketika saat saya sruput teh poci hangat, manis yang bercampur dengan masam
jeruk nipis jadi sedikit ada segarnya teh poci itu. Dan dengan gula batu
didalamnya, menambah rasa manis yang awet dan terasa masih ada di lidah.
0 komentar:
Posting Komentar