Selasa, 24 April 2018

Candi Cetho


Peninggalan sejarah, merupakan bukti bahwa ada kehidupan sebelum sekarang. Terbukti dengan benda benda peninggalan yang masih bisa di nikmati sampai sekarang. Entah benda itu sebelumnya sudah nampak begitu saja atau perlu di cari cari lebih dalam dengan mempelajari sejarah itu sendiri. Candi. Salah satu peninggalan sejarah yang masih bisa dinikmati hingga sampai saat ini. Bukti nyatanya ialah candi Borobudur, prambanan dan berbagai candi yang mungkin nggak belum terlalu dikenal kalangan sekarang. Sebenarnya cukup banyak juga nampak candi candi kecil – tak segede candi Borobudur yang mulai menarik perhatian – tujuan wisata. Candi Cetho – salah satunya.

Candi Cetho, salah satu candi yang terletak di kaki Gunung Lawu ini merupakan destinasi yang nggak kalah sama destinasi lainnya – kebun teh, air terjun dll. Malahan menurut saya ini letaknya lebih tinggi dibanding dengan destinasi lainnya, dan itu bisa menjadi daya tarik karena view yang di tampilkan lebih bagus. Dataran tinggi – iya, memang seperti itu, jalur yang nanjak di tambah berkelok, naik motor itu serasa ‘setelah nge-rem karena belokan dan di waktu yang sama itu juga harus nge-gas lagi karena tanjakan’ mungkin itulah gambaran dari jalur menuju Candi Cetho. Selain view yang bagus – kalo cuaca nya cerah tapi juga hawa dingin yang bisa di rasakan disana, hembusan angin, eloknya bentangan bukit hijau nan indah teratur. Oh, iya selain kebun teh masyarakat disana juga menanam daun bawang di ladang mereka – ini terlihat di sekitar area candi. Kalo kebun teh lebih ke jalur menuju candi, tapi kalo di sekitar candi tanaman yang bisa dijumpai itu daun bawang.
Setelah lelah memegang rem plus gas di waktu yang sama dan cukup lama, akhirnya tiba juga di tekape. Tiket masuk dengan harga yang terjangkau – 7rb rupiah saja langsung di arahkan untuk memakai kain kotak kotak hitam putih layaknya pengunjung candi di borobudur/prambanan (kalo nggak salah). Dan prosedur itu menjadi sah untuk menjelajah naik ke candinya, tentu saja dengan naik tangga yang masih alami – batu alam. Satu dua anak tangga memasuki gerbang demi gerbang sampai di atas (puncak). Setelah dicukup lelah (navigator) jadi diputuskan untuk turun beberapa anak tangga lagi sampai kira kira beberapa jepretan wefie dihasilkan. Sempat juga ‘diteriakin’ sama petugas sana, gara gara duduk di salah satu pendopo/rumah gitu, tapi ternyata setelah ketemu petugasnya itu bukan kita yang di teriakin, tapi pengunjung lain yang mencoba naik ke pagar di puncak gerbang nya. Padahal kan duduk di situ itu nggak masalah, jadi itu salah sasaran aja sih – kita aja yang ngerasa salah.

Kurang lebih memakan waktu 1 – 2 jam disana, akhirnya kita memutuskan untuk turun dan pulang – cuaca juga mendung. Dalam perjalanan turun sempet juga pengen mampir di salah satu warung tongkrongan untuk menikmati teh anget dan kalo ada juga yang anget anget lainnya. So, diputuskan untuk mampir sebentar – karena dia udah laper. Dan di warung itu disajikan teh yang ada di sekitar kebun – hasil panen, bukan teh yang lain. Seruputan pertama serasa hangat di badan, tapi seruputan berikutnya sudah nggak terasa hangat nya – efek dari angin yang berhembus di sekitar warung sampe sampe membuat badan juga dingin. Perut sudah terisi, waktu nya untuk menembus rintikan hujan yang menimpa selama perjalanan pulang. Oh, iya setelah makan minum tadi, kita langsung pulang tapi nggak jauh dari tempat makan ternyata hujan mulai turun dan memaksa kita untuk tetap melanjutkan perjalanan dengan menerobos hujan yang deras pletok pletok pletok – mengenai tubuh.

Diakhir menuju rumah, belum lengkap kalo nggak makan nasi – orang indonesia. Jadi kita putuskan untuk mampir di salah satu tempat makan ayam goreng – ayam & bebek goreng kremes mang Anto. Biar nggak terlalu kosong perutnya dan bisa menyebabkan masuk angin, jadi mampir ke tempat makan dulu. Ayam goreng kremes disitu untuk rasa – eem, lumayan tapi yang menjadi perhatian saya itu sambal bawangnya. Ini yang menurut saya menjadi seger menikmati ayam goreng kremes disitu. Sambal bawang dengan cabe rawit hijau stabilo ditambah dengan bawang putih yang beraroma menjadi paduan sambal yang seger, nyegrak, bikin melek tapi juga bikin nambah suapan nasi dan ayam nya.

Share:

0 komentar:

Posting Komentar

About Me

Seorang Mahasiswa Teknik Kimia, suka hal hal simple, minimalis, seorang plegmatis.

Terbaru

Popular Posts

Arsip

Diberdayakan oleh Blogger.