Peninggalan sejarah, merupakan
bukti bahwa ada kehidupan sebelum sekarang. Terbukti dengan benda benda
peninggalan yang masih bisa di nikmati sampai sekarang. Entah benda itu
sebelumnya sudah nampak begitu saja atau perlu di cari cari lebih dalam dengan mempelajari
sejarah itu sendiri. Candi. Salah satu peninggalan sejarah yang masih bisa
dinikmati hingga sampai saat ini. Bukti nyatanya ialah candi Borobudur,
prambanan dan berbagai candi yang mungkin nggak belum terlalu dikenal kalangan
sekarang. Sebenarnya cukup banyak juga nampak candi candi kecil – tak segede
candi Borobudur yang mulai menarik perhatian – tujuan wisata. Candi Cetho –
salah satunya.
Candi Cetho, salah satu candi
yang terletak di kaki Gunung Lawu ini merupakan destinasi yang nggak kalah sama
destinasi lainnya – kebun teh, air terjun dll. Malahan menurut saya ini
letaknya lebih tinggi dibanding dengan destinasi lainnya, dan itu bisa menjadi
daya tarik karena view yang di
tampilkan lebih bagus. Dataran tinggi – iya, memang seperti itu, jalur yang
nanjak di tambah berkelok, naik motor itu serasa ‘setelah nge-rem karena
belokan dan di waktu yang sama itu juga harus nge-gas lagi karena tanjakan’
mungkin itulah gambaran dari jalur menuju Candi Cetho. Selain view yang bagus – kalo cuaca nya cerah tapi
juga hawa dingin yang bisa di rasakan disana, hembusan angin, eloknya bentangan
bukit hijau nan indah teratur. Oh, iya selain kebun teh masyarakat disana juga
menanam daun bawang di ladang mereka – ini terlihat di sekitar area candi. Kalo
kebun teh lebih ke jalur menuju candi, tapi kalo di sekitar candi tanaman yang
bisa dijumpai itu daun bawang.
Setelah lelah memegang rem plus
gas di waktu yang sama dan cukup lama, akhirnya tiba juga di tekape. Tiket
masuk dengan harga yang terjangkau – 7rb rupiah saja langsung di arahkan untuk
memakai kain kotak kotak hitam putih layaknya pengunjung candi di
borobudur/prambanan (kalo nggak salah). Dan prosedur itu menjadi sah untuk
menjelajah naik ke candinya, tentu saja dengan naik tangga yang masih alami –
batu alam. Satu dua anak tangga memasuki gerbang demi gerbang sampai di atas
(puncak). Setelah dicukup lelah (navigator) jadi diputuskan untuk turun
beberapa anak tangga lagi sampai kira kira beberapa jepretan wefie dihasilkan.
Sempat juga ‘diteriakin’ sama petugas sana, gara gara duduk di salah satu
pendopo/rumah gitu, tapi ternyata setelah ketemu petugasnya itu bukan kita yang
di teriakin, tapi pengunjung lain yang mencoba naik ke pagar di puncak gerbang
nya. Padahal kan duduk di situ itu nggak masalah, jadi itu salah sasaran aja sih
– kita aja yang ngerasa salah.
Kurang lebih memakan waktu 1 – 2
jam disana, akhirnya kita memutuskan untuk turun dan pulang – cuaca juga
mendung. Dalam perjalanan turun sempet juga pengen mampir di salah satu warung
tongkrongan untuk menikmati teh anget dan kalo ada juga yang anget anget
lainnya. So, diputuskan untuk mampir
sebentar – karena dia udah laper. Dan di warung itu disajikan teh yang ada di
sekitar kebun – hasil panen, bukan teh yang lain. Seruputan pertama serasa
hangat di badan, tapi seruputan berikutnya sudah nggak terasa hangat nya – efek
dari angin yang berhembus di sekitar warung sampe sampe membuat badan juga
dingin. Perut sudah terisi, waktu nya untuk menembus rintikan hujan yang
menimpa selama perjalanan pulang. Oh, iya setelah makan minum tadi, kita
langsung pulang tapi nggak jauh dari tempat makan ternyata hujan mulai turun
dan memaksa kita untuk tetap melanjutkan perjalanan dengan menerobos hujan yang
deras pletok pletok pletok – mengenai
tubuh.
Diakhir menuju rumah, belum
lengkap kalo nggak makan nasi – orang indonesia. Jadi kita putuskan untuk
mampir di salah satu tempat makan ayam goreng – ayam & bebek goreng kremes
mang Anto. Biar nggak terlalu kosong perutnya dan bisa menyebabkan masuk angin,
jadi mampir ke tempat makan dulu. Ayam goreng kremes disitu untuk rasa – eem,
lumayan tapi yang menjadi perhatian saya itu sambal bawangnya. Ini yang menurut
saya menjadi seger menikmati ayam goreng kremes disitu. Sambal bawang dengan
cabe rawit hijau stabilo ditambah dengan bawang putih yang beraroma menjadi
paduan sambal yang seger, nyegrak,
bikin melek tapi juga bikin nambah suapan nasi dan ayam nya.
0 komentar:
Posting Komentar