Mulutmu adalah harimaumu. Entah
bagaimana menyikapi peribahasa ini. peribahasa yang penuh akan makna disetiap
kata. Apabila ditelaah dengan benar, pasti terjadi. Entah percaya atau tidak
percaya, benar dan tidaknya. Mau atau ga mau. Kenapa baru kali ini mengetahui
bahwa setiap peribahasa memiliki arti dan makna yang begitu dalam, kemana aja
kemarin. Kenapa baru menyadari setelah lulus dari bangku sekolah. Apakah sudah
kena batunya, atau mengalami akibatnya dari salah ucap. Apakah memang baru
menyadari dan masih apakah dan apakah yang lain.
Setiap kata yang tersusun menjadi
sebuah kalimat memiliki arti tersendiri, baik itu hanya kata, maupun sudah
menjadi sebuah kalimat. Bahasa yang menjadi bahasa nasional dan menjadi bahasa
sehari-hari bagi orang yang berdomisili dan hidup di Negara Indonesia. Kenapa
dulu selalu memandang rendah pelajaran bahasa Indonesia ini. Apakah terlalu
banyak teori yang harus dipelajari, atau kah memang setiap jawaban dari sebuah
pertanyaan itu bersifat relatif. Dengan kata lain, setiap jawaban itu mampu
untuk ditolelir menjadi sebuah jawaban, walau hanya penyimpangannya tidak
terlalu jauh dari yang diharapkan, atau bahkan tidak adanya pathokan/acuan
jawaban yang pasti. Berbeda kah dengan ilmu eksak yang cenderung menghasilkan
sebuah jawaban yang pasti.
Dan yang terjadi hanyalah sebuah
jawaban “entahlah”. Apakah setiap orang bakal sadar apabila dia baru kena
batunya, bakal menyadari apa yang telah ia lakukan setelah ada hal lain yang
begitu mencengangkan dan membuat orang tersebut menjadi menyesal. Mungkin bukan
setiap orang, akan tetapi hanya sebagian orang termasuk saya. Saya yang
orangnya memiliki sifat yang keras kepala, buruk akan tingkah laku, bercanda
yang kelewatan, tidak berfikir sebelum bertindak, yang dipikiran saya hanya yaudah
lakuin aja, toh nanti ada timbal baliknya.
Tulisan ini saya buat memang ini
adalah gambaran dari pengalaman saya. Pengalaman yang bisa dibilang pahit.
Karena memang demikian adanya, sebuah kesalahan yang sering dilakukan, sudah
mendapatkan sebuah teguran akan tetapi tetap melakukan hal yang sama. Kembali
kepada inti dari paragraph pertama, bahwa mulutmu adalah harimaumu. Mulutmu
harimaumu ini bukan hanya mulut, yang lebih penting adalah lidah, karena
lidahlah yang mampu membuat seseorang berbicara. Lidah yang sebenarnya yang
harus lebih dijaga, diatur biar dapat sesuai dengan apa yang dirasakan, jangan
menambah-nambahkan. Lidah itu tidak bertulang. Nah, ini kata yang melengkapi
atau bahkan menguatkan peribahasa diatas. Sudah tidak bertulang, terlebih lagi
licin, dan mampu digerakkan sesuka kita.
0 komentar:
Posting Komentar